Jumat, 12 Juni 2015

Senin, 08 Juni 2015

Bercinta dengan bu Mila

Standard
Perjalanan sex seseorang tak terhitung dan tak terbatas, kadang permainan sex menimbulkan percintaan dengan wanita setengah baya. biasanya wanita setengah baya yang menjadi pemuas sex adalah wanita yang kurang mendapat sentuhan keharmonisan dari suami, sehingga menyalurkan hasrat seks nya dengan tetangga ataupun teman dekat. ini karena keterbatasan dana , sangat berbeda dengan tante girang yang bisa membeli kepuasan seks lewat brondong yang mencari Tante girang. Berikut kisah wanita setengah baya yang bercinta dengan seorang pemuda. bercinta dengan Ibu mila

Aku benar-benar jadi ketagihan berhubungan sex dengan wanita-wanita yang umurnya jauh lebih tua dariku. Hubungan cintaku dengan Ibu mertuaku masih terus berlanjut sampai saat ini. Jika aku sudah sangat rindu akan tubuh Ibu mertuaku, aku menelpon Ibu mertuaku, kami janjian untuk bertemu di salah satu hotel, yang lokasinya dekat dengan bandara.

Pagi pagi sekali aku berangkat, setelah kami berjumpa, kami tumpahkan semua rasa rindu kami, sehari penuh kami tidak keluar kamar mengejar sejuta kenikmatan.

Aku dan Ibu mertuaku benar benar memanfaatkan waktuku yang singkat, karena sore harinya aku harus segera kembali ke Jakarta. Saat menunggu dibandara, jika birahi ku datang, aku dan Ibu mertuaku masuk ke toilet bandara yang cukup sepi. Langsung kusingkap roknya, kuturunkan CDnya, kuturunkan celana dan CD ku sebatas lutut, dari belakang langsung kutancapkan kontolku kelubang memek Ibu mertuaku, kogoyang maju mundur pantatku dengan sangat cepat, agar secepat mungkin kami raih kenikmatan. Mungkin aku sudah gila, aku jatuh cinta sama Ibu mertuaku sendiri.

Banyak diantara pembaca sekalian yang bertanya tanya tentang hubungan sexku dengan Indri istriku? Dalam hubungan sex, Indri, tidaklah sehebat ibunya, dalam bercinta istriku tidak suka dengan gaya yang aneh aneh. Bahkan Untuk melakukan oral sex saja, Indri enggan melakukannya, jijik, katanya.

Dalam berhubungan badan, aku dan Indri lebih banyak mengunakan gaya konvensional dalam bercinta. Apalagi Indri istriku termasuk wanita karier yang cukup berhasil, kadang kadang disaat aku ingin bersetubuh istriku sering menolaknya, capek sekali, katanya.

Tapi bukan itu yang menjadi alasan aku harus selingkuh dengan ibunya atau dengan wanita setengah baya lainnya. Aku bangga akan istriku.

Hanya saja, dengan Indri semua fantasi sexku tidak pernah kesampaian, terlalu monoton, Dengan Ibu mertuaku atau dengan wanita setengah baya lainnya yang pernah kusetubuhi, aku bebas berexpresi, dan fantasi sexualku juga bisa terpenuhi.
Dengan mereka, aku benar benar merasakan kepuasan sexual yang luar biasa.

Sekarang aku akan melanjutkan ceritaku, tentang hubunganku dengan Ibu Mila, setelah persetubuhan kami yang pertama.

*****

Saat keesokan harinya, ketika aku sudah tiba dikantor, aku hanya senyum senyum sendiri membayangkan Ibu Mila atasanku, orang yang begitu ditakuti dikantorku ini, akhirnya menyerah pasrah dalam pelukanku, memohon mohon agar ladangnya segera dicangkul dan sirami oleh air kehidupan yang begitu nikmat. Aku hanya tersenyum sendiri kalau mengingat apa yang terjadi semalam antara aku dengan Ibu Mila.

Aku benar benar menunggu kedatangan orang yang paling berpengaruh dikantorku, dan ingin sekali melihat reaksi dan expresi Ibu Mila kepadaku. Setelah lewat setengah jam, Ibu mila belum Muncul juga. Dari Yena, sekretaris Ibu Mila aku tahu, bahwa hari ini Ibu Mila tidak masuk kantor karena kurang enak badan. Banyak teman teman yang tersenyum lepas, karena bisa bebas bekerja tanpa perlu ada yang ditakuti.

Cuma aku yang tidak senang atas peristiwa ini, karena aku ingin sekali melihat expresi wajah Ibu Mila. Ya sudahlah Akupun sibuk dan larut dengan pekerjaanku. Tanpa terasa sudah jam sepuluh pagi, tiba tiba aku dikejutkan oleh suara dering Hpku, tanda bahwa ada pesan yang masuk. Aku lihat ternyata Ibu Mila yang mengirim pesan, segera kubaca isi pesan tersebut.

“Pento.., kamu lumayan juga diatas ranjang, jadi wajar, kalau Ibu mertuamu sampai hamil. Hari ini saya nggak masuk kerja, saya tunggu kamu dirumah saya, jam satu siang. Minta izin sama Siska bilang saja kamu sakit.

Mila.”..

Uh dasar.. Bos, Sudah jelas jelas Ibu Mila kubuat KO di atas ranjang, masih bilang aku hanya lumayan. Tapi aku bersyukur juga, berarti hari ini aku bisa mengentot Ibu Mila lagi. Langsung terbayang semua kenikmatan yang akan kuperoleh dari tubuh gendut Ibu Mila.

Dengan alasan kurang enak badan, akupun izin untuk istirahat pulang, kutelpon taksi, saat taksi sudah datang, akupun langsung cabut dari kantorku menuju rumah Ibu Mila.

Setelah mendapat SMS dari Ibu Mila, aku begitu penuh semangat, hari ini aku ingin membuat Ibu Mila mengemis dan mohon ampun padaku. Cuma aku sadar, kemampuan sexku tidaklah terlalu hebat. Nggak mungkinlah, aku bisa kuat ngentot berjam jam. Untuk menambah stamina dan daya tahan sex ku, aku mampir ke salah satu toko yang menjual obat kuat, dari uang yang diberikan Ibu Mila kepadaku, aku beli beberapa butir obat kuat yang cukup ampuh. Didalam taksi langsung aku minum sebutir. Haa.. ha.. rasakan nanti, batinku.

Jam satu kurang, aku sudah tiba dirumah Ibu Mila, Kupencet bell dengan perasaan berdebar. Saat pintu gerbang terbuka kulihat Agus, satpam penjaga rumah Ibu Mila membukakan pintu.
“Eh.., Bapak Pento Silahkan masuk Pak, Ibu sudah menunggu Bapak di dalam”.
“Terima kasih Pak”, jawabku.

Akupun masuk kedalam, jauh juga jarak dari pintu gerbang sampai kepintu rumah Ibu Mila. Kulihat Ibu Mila sudah menunggu diteras rumahnya dan melambaikan tangannya.
“Hai, kamu datang juga.., aku pikir kamu nggak datang”, sapa Ibu Mila.
“Aku pasti datang Bu, kalau tidak datang, bisa-bisa rahasiaku terbongkar”, candaku.
“Ayo masuk, kamu sudah makan siang belum? Kita makan sama sama, hari ini Ibu sudah pesankan makanan untuk kita berdua. Spesial buat kamu dan Ibu”.
“Mmm.. ramah sekali Ibu Mila hari ini”, batinku.

Aku dan Ibu Mila masuk kedalam ruangan yang begitu besar, sepertinya kamar tidur Ibu Mila. Di dekat jendela yang menghadap kearah kolam renang, aku melihat sebuah meja kecil yang sudah ditata rapi, dengan nyala lilin dan sebotol wine, romantis sekali.

Aku dan Ibu Mila duduk berhadapan, Ibu Mila begiti lemah lembut, kamipun makan siang bersama, dalam suasana kamar yang begitu romantis.
“Boleh saya merokok disini Bu?”
“Silakan Pento, dulu almarhum suami Ibu juga seorang perokok”, jawab Ibu Mila.
“Kamu mau Minum wine?”, tanya Ibu Mila.
Kemudian Ibu Mila memberikan segelas wine untukku, kami terus berbicara sambil menghabiskan minuman kami.

Kupeluk tubuh Ibu Mila dari belakang saat Ibu Mila berdiri dijendela memandang keluar, Kucium dengan lembut wajahnya, bibirnya, burungku yang menempel tepat di belahan pantat Ibu Milapun sudah tegak berdiri, sampai sakit sekali rasanya, mungkin pengaruh obat kuat yang sudah aku minum.

“Pento, Sebenarnya Ibu mau mengajak kamu makan malam disuatu tempat yang romantis sekali, Cuma Ibu tahu, kamu tidak punya banyak waktu kalau malam hari jadi Ibu ajak kamu makan siang di sini, dikamar Ibu, dan sengaja suasananya Ibu buat seperti ini, agar tetap terkesan romantis”
“Terima kasih Bu, Ibu baik sekali”. Jawabku
“Kamu tahu Pen? Ini kamar tidur Ibu dan almarhum Bapak, kamu lelaki kedua setelah almahum Bapak, yang boleh masuk di kamar ini. Ibu sudah lama suka sama kamu, Cuma Ibu nggak yakin, melihat gayamu yang cool, apa iya kamu mau sama Ibu?, Untung Ibu mendengar pembicaraan kamu dan Ibu mertuamu, yah terpaksa Ibu harus mainkan siasat, untuk mendapatkan kamu”.
“Pento kamu maukan, hari ini, kamu bercinta dengan Ibu tanpa merasa terpaksa”.

Aku tersenyum dan kupandangi wajah Ibu Mila, aku merasa bangga sekali, kupeluk lebih erat lagi tubuh Ibu Mila. Tubuhku sudah panas rasanya, Ibu Mila berbalik, kami sudah saling berhadapan. Kupandangi wajah Ibu Mila, cantik sekali, kukecup lembut bibir Ibu Mila, kami berdua sudah saling melumat. Lama sekali kami berciuman, ditambah lagi suasana yang begitu romantis menambah tinggi gairah kami berdua.

Kulepas pakaian yang di kenakan Ibu Mila, kuciumi lehernya, Ibu Mila mendesah menikmati cumbuan yang aku berikan, kubuka Bh nya, kuremas dengan lembut tetek Ibu Mila. Ciumanku terus turun kearah buah dadanya, kujilati dan kuhisap tetek Ibu Mila, Ibu Milapun semakin mengeliat dan semakin keras desahannya.

“Uh.. Pento.. Terus hisap sayang.. Uhh.. Enak.. Pen.”..
setelah puas bermain main di buah dada Ibu Mila ciumankupun turun keperutnya. Kujilati pusarnya sambil tanganku berusaha melepas celana dalam Ibu Mila, yang merupakan penutup terakhir di tubuhnya. Masih dalam posisi berdiri kujilati memek Ibu Mila, kuhisap semua lendir yang keluar, dendam yang tadinya begitu mengebu gebu hilang sudah, aku begitu lembut memperlakukan Ibu Mila.

“Ah.. pento.. nikmat sekali sayang, buka pakaianmu sayang”.
Jari jemari tangan Ibu Mila dengan lincah melepas kancing pakaianku. Satu persatu pakaian yang kukenakan terlepas sudah. Akhirnya kami berdua sudah telanjang bulat. Dihisapnya puting dadaku, sambil tangan Ibu Mila meremas remas kontolku yang sudah sangat tegak berdiri.

“Pento aku ingin kita melakukannya di tempat tidur, puaskan aku sayang”.
Kami berdua berjalan menuju kepembaringan, tangan Ibu Mila terus memegangi kontolku. Tubuhku direbahkan diatas pembaringan, kemudian kontolku di kulum dengan lembut, nikmat sekali kuluman Ibu Mila.

“Oh.. Pento Ibu sudah tidak tahan lagi.. Ibu masukin ya sayang.”..
Kemudian Ibu Mila menaiki tubuhku, digemgamnya kontolku dan diarahkan ke lubang memeknya, perlahan lahan sekali Ibu Mila menurunkan pantatnya, mili demi mili batang kontolku masuk meluncur ke lubang memek Ibu Mila yang sangat basah sekali.

“Ahh.”., rintih kami berdua, saat kontolku masuk semua terbenam didalam lubang memek Ibu Mila.
Aku lihat Ibu Mila memejamkan mata dan mengigit bibirnya menikmati sensasi yang begitu indah. Ibu Mila mengangkat pantatnya dengan perlahan sekali, menikmati gesekan batang kontolku dengan dinding memeknya, kemudian diturunkan kembali dengan sangat perlahan. semakin lama goyangan naik turun pantat Ibu Mila semakin cepat.
“Akkhh.. Pento.. ampun.. enak sekali sayang.. kontolmu enak sekali sayang”.
Ibu Mila terus menjerit mendesah berteriak menikmati sensasi nikmat dari pertemuan batang kontolku dengan lubang memeknya. Kontolku yang begitu tegak perkasa terus menerus menerima gesekan demi gesekan dari lubang memek Ibu Mila.
“Iya.. Bu, aku juga nikmat goyang terus Bu”.
Kuremas tetek Ibu Mila, aku angkat badanku kuhisap teteknya, goyangan pinggul Ibu Mila makin menggila dan terkendali.

Jujur saja, kalau bukan karena pengaruh obat kuat yang aku minum, Mungkin aku sudah ejakulasi, dan sudah tidak sanggup lagi bertahan mengimbangi goyangan pantat Ibu Mila yang begitu liar.
“Oh.. Pento.. Ibu.. sudah nggak sanggup lagi.., Ibu mau keluuarr”.
“Ayo.. Bu.. keluarin semuanya Bu.. Nikmatin.. Bu.”..
Kuhisap dengan kuat tetek Ibu Mila, dan Ibu Milapun makin mempercepat goyangan pinggulnya menanti saat saat datangnya orgasme.
“Pentoo.. Arrgghh.”., jerit Ibu Mila, memek Ibu Mila dengan kuat mencengkram batang kontolku.
Sungguh menyesal aku meminum obat kuat, padahal saat seperti inilah, saat yang paling nikmat untuk secara bersamaan melepaskan orgame yang sudah tertahan. Namun kalau aku tidak meminumnya, aku juga tidak tahu apakah aku sanggup bertahan dari serangan dan goyangan pantat Ibu Mila.

Dipeluknya aku dengan erat sekali.
“Hu.. hu.. hu.”., Ibu Mila menangis.
Aku peluk tubuh nya dengan erat. Kurebahkan badanku, Ibu Mila ikut rebah sambil terus memelukku. Kubiarkan Ibu Mila menikmati orgasmenya.

Kukecup kening Ibu Mila, ku belai rambutnya dengan penuh kasih sayang, sementara kontolku masih terus terbenam di dalam lubang memek Ibu Mila.
“Enak sayang”, Tanyaku
“Enak sekali Pen, dasyat sekali rasanya” jawab Ibu Mila lirih.
“Kamu sudah keluar Pento?”.
“Belum Bu, tidak apa apa, yang penting Ibu puas”, Jawabku.
“Ibu lemas sekali Pento, kasihan kamu belum keluar”.
“Tidak apa-apa Bu, Ibu istirahat dulu, nanti kita lanjutkan lagi, toh waktu kita masih panjang”, jawabku.

Ibu Mila mengangkat tubuhnya dan langung menghempaskannya kembali disampingku. Kontolku masih tegak berdiri, sama sekali belum terlihat tanda tanda hendak memuntahkan isinya. Ibu Mila merebahkan kepalanya didadaku, kupeluk tubuh Ibu Mila, sambil kubelai belai ramutnya. Akhirnya Ibu Milapun tertidur.

Kupandangi wajahnya, ada senyum kepuasan disana. Seandainya saja dendamku belum hilang mungkin aku tidak peduli apakah Ibu Mila lelah atau tidak, pasti sudah kutancapkan kembali kontolku yang masih tegak berdiri kelubang memek Ibu Mila sampai Ia minta ampun dan memohon mohon padaku.

Hari itu sampai jam sepuluh malam Aku dan Ibu Mila benar benar menghabiskan waktu kami hanya untuk bersetubuh meraih kenikmatan demi kenikmatan. Kami berdua melakukannya dengan penuh perasaan.

Ternyata di balik ketegaran yang diperlihatkanya dikantor, Ibu Mila tetaplah seorang wanita yang butuh perhatian dan kasih sayang.

Sekian.

Ngentot istri seorang pelayar

Standard
Ini adalah cerita sex yang sangat seru, bikin degdegan dan pengen coba ikut ngentot istri seorang pelayar. bagaimana cerita tante girang yang akhirnya di entot oleh pemuda yang memanfaatkan kesepian si tante girang, tante girang ini di tinggal suaminya yang kerja di kapal pesiar, berikut cerita lengkapnya.

Suatu hari pada awal bulan februari 2004, aku sudah merasa agak familiar dengan apa yang namanya kota Surabaya soalnya aku sudah 2 bulan berada di Surabaya. Aku emang agak lambat untuk mengenal lingkungan karena aku lebih suka berada di kamar sendirian.

Suatu sore ketika aku sedang di Delta plaza buat beli beberapa kebutuhan sehari-hariku dan kebutuhan mandi. Saat itu aku memasuki plaza itu dengan santainya karena aku memang tidak terburu-buru, dan aku memasuki salah satu swalayan disitu dan memilih-milih barang kebutuhanku, dan setelah selesai aku pergi ke kasir dan antri disitu.. dan emang lumayan panjang antriannya karena malam minggu.

Karena agak bosan antri maka aku tengok kanan kiri dan depan belakang kayak orang kampung. Ketika kuperhatiin di depanku ternyata seorang ibu-ibu yang membawa banyak belanjaan di keranjang belanjanya, dan nampaknya dia agak keberatan. Ketika kuperhatiin lebih lanjut ternyata dia lumayan menarik walaupun badannya agak over weight. Dari wajahnya kuperkirakan sekitar umur 35 tahun, tingginya sekitar 158 dan beratnya sekitar 65 kg. Kuperhatiin payudaranya sekitar 34C wah? Gede banget? Sampai terbayang pikiran kotor di otakku yang emang ngeres. Posisi dia yang berdiri agak menyamping jadi aku bisa puas memandanginya dari samping dan ketika dia menengokku (mungkin merasa di perhatiin) dan matanya bentrok dengan mataku dan dia tersenyum padaku hingga aku agak malu karena kepergok memandanginya sebegitu detail.

Pada saat giliran wanita di depanku dia mengangkat barang-barang belanjaannya dan salah satu barang belanjaannya jatuh secara otomatis aku menangkapnya dan ternyata dia juga berusaha menangkap barang tersebut sehingga walaupun barang itu terpegang olehku ternyata terpegang juga oleh tangannya sehingga kami seolah-olah bergandengan tangan.

"Maaf Mbak," kataku agak malu karena menyentuh tangannya yang halus dan hangat itu.
"Enggak apa-apa kok Dik, terima kasih telah membantu menangkap belanjaan saya yang jatuh" jawabnya sambil tersenyum.

Kemudian dia melanjutkan aktifitasnya dengan kasir, setelah selesai semua dia keluar dan menoleh kepadaku sambil menganggukan kepalanya kepadaku dan bibirnya tersenuym manis. Dan akupun menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Setelah selesai belanja kemudian aku jalan agak santai menuju pintu keluar, ternyata di loby wanita itu masih berada di loby tersebut dan disampingnya banyak belanjaannya, kemudian aku lewat di depannya dengan cueknya dan pura-pura nggak mengenalinya.

"Ech, Dik" kata wanita itu sambil mengejarku.
"Iya Mbak, ada apa.. Ech.. Ini Mbak yang tadi yaa" kataku.
"Iya Dik, adik mau Bantu Mbak nggak Dik" tanya wanita itu.
"Kalau saya bisa membantu Mbak dengan senang hati saya Bantu Mbak. Och ya, nama saya Dony.." kataku sambil mengulurkan tanyaku.
"Saya Ida," kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya.
"Apakah yang bisa saya Bantu Mbak" tanyaku.
"Itu, barang-barang Mbak kan banyak jadi bingung bawanya ke mobil Mbak, jadi kalau bisa minta tolong ama Dik Dony buat bantuin Mbak angkat barang-barang Mbak ke mobil. Itupun kalau Dik Dony enggak keberatan" kata wanita itu sambil tersenyum tetapi tatapannya penuh permohonan.
"Oh, gitu, kalau cuma gitu sih gampang soalnya barang-barang saya cuma dikit jadi enggak masalah kalau cuma Bantu Mbak" jawabku sambil mendekati barang belanjaan Mbak Ida.
"Terima kasih sebelumnya lho Dik Dony, Mbak telah merepotkan" kata Mbak Ida agak kurang enak.
"Enggak apa-apa kok Mbak biasa. O.. Ya.. Mobil Mbak di sebelah mana" tanyaku.
"Disana itu" kata Mbak Ida sambil menunjuk mobil Suzuki baleno warna hitam metalik.

Kemudian kami jalan bareng menuju ke mobil tersebut dan aku mengakat barang-barang belanjaan mabk Ida, lumayan berat sih, tapi demi Mbak yang menarik ini aku mau. Setelah meletakkan seluruh barang belanjaan Mbak Ida kemudian aku pamit pergi.

"Terima kasih lho Dik Dony, telah bantuin Mbak. O.. Ya. Dik Dony rumahnya dimana" tanya Mbak Ida.
"Rumah saya di jl. M" jawabku pendek sambil memandang tubuh Mbak Ida yang sexy itu.
"Kalau gitu kita barengan aja pulangnya, soalnya Mbak rumah di perumahan G jadi kan dekat" ajak Mbak Ida.
"Enggak usah Mbak ntar ngrepotin Mbak ajak" tolakku dengan halus.
"Gak ngrepotin kok, Mbak malah senang kalau Dik Dony mau bareng ama Mbak soalnya jadi ada yang diajak ngobrol waktu nyetir" katanya sambil memintaku masuk ke mobil.

Kemudian aku masuk dan setelah dijalan kami mengobrol banyak, ternyata Mbak Ida sudah punya suami dan seorang anak laki-laki berumur 4 tahun. Dia cerita bahwa suaminya seorang pelayar jadi pulangnya 6 bulan sekali bahkan terkadang setahun sekali dan dia tinggal dirumah dengan anak dan pembantunya.

"Mampir ke rumah Mbak dulu ya Dik Dony, nanti biar Mbak anterin Dik Dony kalau sudah bawa barang-barang kerumah" kata Mbak Ida dan aku hanya mengangguk.

Ketika memasuki gerbang rumahnya dan kulihat sebuah rumah yang sangat mewah. Dan akupun membawa barang-barang Mbak Ida ke dalam rumahnya, kemudian aku dipersilahkan duduk di ruang tamu.

"Dik Dony mau minum apa" tanya Mbak Ida.
"Enggak usah Mbak, lagian bentar lagi kan saya pulang" jawabku.
"Minum dulu deh sambil kita ngobrol, Mbak sudah lama nggak ada teman ngobrol. Mau susu dingin" tanya Mbak Ida.
"Boleh" jawabku singkat.
"Sambil nunggu minuman Dik Dony nonton aja dulu" katanya Mbak Ida sambil mengambil remote TV dan menyerahkannya padaku dan kemudian dia pergi kebelakang untuk mengambil minum buatku.

Ketika kuhidupkan TV ternyata otomatis ke dvd dan filmnya ternyata film semi porno. Cuek aja aku nonton, enggak kusadari ternyata Mbak Ida lama mengambil minuman dan akupun asyik nonton film semi porno tersebut.

"Suka nonton gituan ya Dik," tanya Mbak Ida mendadak sudah berada dibelakangku.

Aku tersentak kaget dan malu, lalu kumatiin TV-nya. Kulihat Mbak Ida sudah ganti pakaiannya, sekarang mabk Ida memakai celana pendek dan you can see. Sehingga nampak pahanya yang putih mulus dan ternyata dia tIdak memakai bra sehingga nampak putingnya membayang di balik you can see nya tersebut.

"Ech, enggak usah di matiin, Dik Dony kan sudah besar ngapain malu nonton gituan. Mbak juga suka kok nonton film gituan jadi baiknya kita ngobrol sambil nonton bareng" kata Mbak Ida.

Lalu kuhidupkan lagi TV tersebut dan kami mengobrol sambil nonton film tersebut, ketika kuperhatiin ternyata nafas Mbak Ida nampak nggak teratur, nampaknya Mbak Ida sudah menahan hornynya. Dan Mbak Ida merapat ketubuhku sambil tangannya meremas tanganku. Kemudian dia berusaha menciumku dan aku berusaha menghindar.

"Jangan Mbak" kataku.
"Kenapa Dik, apa Mbak sudah terlalu tua sehingga nggak menarik lagi buat Dik Dony" kata Mbak Ida.
"Bukan gitu Mbak, Mbak sih cantik dan sexy, lelaki mana seh yang enggak tertarik ama Mbak. Tapi kan Mbak sudah punya suami dan nanti kalau di lihat ama pembantu Mbak kan enggak enak," jawabku.
"Ah.. Suami Mbak sudah 8 bulan nggak pulang sehingga Mbak kesepian, Dik Dony mau kan nolong Mbak buat ilangin kesepian Mbak. Sedangkan pembantu Mbak sedang dilantai atas main-main ama anak Mbak" kata Mbak Ida.

Tanpa menjawab kubalas ciuman Mbak Ida dengan lembut dan tanganku mulai bermain dibalik baju Mbak Ida sehingga tanganku bisa meremas-remas lembut payudara Mbak Ida yang besar dan sexy tersebut. Nafas Mbak Ida semakin nggak beraturan dan mulutnya mulai mendesis-desis ketika lIdahku sudah bermain di bagian leher dan telinga Mbak Ida.

"Kita ke kamar Mbak yuk" kata Mbak Ida.

Kemudian kami berjalan menuju kamar Mbak Ida. Sesampai di kamar Mbak Ida, Mbak Ida langsung menerkamku dan menciumiku, dan akupun nggak kalah sigapnya. Kuciumi seluhur leher Mbak Ida dan telinganya dan tak lupa lIdahku bermain di leher dan telinganya sedangkan tanganku meremas, mengelus payudara Mbak Ida dan semakin kebawah.

Kemudian kubuka baju Mbak Ida, wah.. ternyata tubuhnya sangat sexy dengan sepasang payudara yang besar berukuran 34 C dan masih kencang dan nggak nampak kalau Mbak Ida pernah melahirkan seorang anak. Payudaranya yang mengacung ke atas dengan sepasang puting yang berwarna merah kehitaman. Kemudian kuciumin payudara Mbak Ida, kuisap putingnya dan kugigit-gigit kecil sehingga Mbak Ida mengluh dan mendesis menahan nikmatnya kenikmatan yang kuberikan.

Kemudian setelah puas dengan payuadaranya kemudian kubuka celana pendek Mbak Ida, dan nampaklah sebuah lebah mungil yang indah dan ditumbuhi dengan bulu-bulu yang hitam dan halus. Kucium lembah tersebut sampai Mbak Ida tersentak kaget, aku nggak peduli, kemudian kujilati klitorisnya yang berwarna hitam kemerah-merahan. Mbak Ida menjerit-jerit menahan kenikmatan dan tak lama kemudian air mani Mbak Ida membanjir keuluar dari dalam liang vaginanya. Mbak Ida terkulai lemas.

"Apa yang kamu lakukan sayang. Suami Mbak nggak pernah memperlakukan Mbak seperti ini. Dik Dony emang luar biasa" kata Mbak Ida.

Kemudian aku melanjutkan lagi kegitatan lIdahku di sekitar leher dan telinga sedangkan kedua tanganku berada di kedua payudara Mbak Ida yang sangat sexy itu. Mbak Ida mulai menggeliat-geliatkan tubuhnya karena menahan kenikmatan yang tIdak tertahankan olehnya. Tangan Mbak Ida merengut bajuku hingga lepas dan kemudian membuka celana panjangku sehingga aku hanya memakai celana dalam saja. Mr P ku yang sudah tegang nongol dari celana dalamku karena emang Mr P-ku kalau sedang tegang selalu nongol dari balik celana dalam karena celana dalamku nggak muat buat menampung besar dan panjangnya Mr P-ku. Mbak Ida terbelalak melihat Mr P-ku yang nongol dari balik celana dalamku dan kemudian dia membuka celana dalamku sehingga rudal andalanku ngacung di depan mata Mbak Ida yang memandangnya dengan bengong.

"Wah.. kok besar banget Dik Dony, punya suami Mbak aja enggak sebesar ini dan jauh lebih kceil" kata Mbak Ida sambil mengelus Mr. P ku.

Kemudian lIdahku sudah bermain di payudara Mbak Ida dan Mbak Ida sudah menjerit-jerit keenakan dan tangannya mengocok-kocok rudalku. Kemudian aku mulai alihkan perhatianku ke Vagina Mbak Ida dan kujilati vagina Mbak Ida sehingga Mbak Ida seperti kejang-kejang menerima serangan lIdahku pada vaginanya. Kumasukkan lIdahku ke liang vagina Mbak Ida yang sudah banjir kembali itu.

"Sudah donk sayang, jangan siksa Mbak. Cepat masukan punyamu sayang" kata Mbak Ida memohoin karena sudah nggak tahan menahan rangsangan yang kuberikan.

Tanpa perintah dua kali kemudian kuarahkan rudahku ke liang vagina Mbak Ida, ternyata nggak bisa masuk, lalu ku gesek-gesekan kepala rudalku buat penetrasi supaya rudalku bisa masuk ke liang kemaluan Mbak Ida. Setelah kurasakan cukup penetrasinya kemudian kumasukan rudalku ke liang senggamanya. Kepala rudalku sudah masuk ke liang vaginanya ketika kucoba buat masukkan semuanya ternta nggak bisa masuk karena liang vagina Mbak Ida sangat sempit buat rudalku yang berukuran 17 cm dan berdiameter 4 cm.

Lalu kukeluar masukan perlahan-lahan ke[ala rudalku dan kemudian kutekan agak paksa rudalku supaya masuk ke dalam liang vagina Mbak Ida. Kulihat wajah Mbak Ida meringis aku jadi nggak tega maka kuhentikan gerakan rudalku dan mulutku mulai beraksi lagi di seputar dada Mbak Ida sehingga Mbak Ida mendesah-desah keras. Lalu kucoba memasukan rudalku dan ternyata bisa masuk ¾ bagian dan kemudian kugerakan keluar masuk dan itu ternyata mebuat Mbak Ida kelimpungan dan mulutnya menjerit-jerit nikamat dan kepalanya di geleng-gelengkan kekiri dan ke kanan sedangkan tangannya mencengkeram pinggiran kasur.

Lalu ketekan rudalku lebih keras hingga amblas ke liang vagina Mbak Ida dan sampai menyentuh dinding rahim Mbak Ida. Kemudian ku gerakan keluar masuk di liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida berteriak-teaik keras ketika ku gerak-grwakkan rudalku dengan cepat dan tak lama kemudian kurasakan ada jepitan yang keras dari liang vagina Mbak Ida dan tubuh Mbak Ida mengejang dan terasalah semburan hangat pada kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Mbak Ida terkulai lemas setelah menikmati orgasmenya tersebut. Tanpa kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida kemudian ku pelutk tubuh Mbak Ida yang montok dan kucium keningnya.

"Hebat kamu Dik, aku baru sekali ini menikmati kenikmatan yang luar biasa" kata Mbak Ida sambil memandangku dengan kagum, karena aku belom keluar keringat sedikitpun.

Setelah kurasakan Mbak Ida sudah agak pulih nafasnya kemudian ke genjot lagi rudalku dIdalam vagina Mbak Ida. Dan itu berlalu sampai ronde yang ke delapan dengan berbagai gaya yang kami lakukan.

"Kok belum keluar juga sayang, Mbak sudah lemas nih, tolong donk Mbak sudah enggak kuat neh" kata Mbak Ida memintaku buat mengakhiri permainanku.

Tanpa menjawab ku genjot lagi rudalku ke liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida hanya bisa menjerit-jerit keenakan saja sambil menggeleng-gelengkan kepala karena sdudah lemas tubuhnya sehingga gerakkannya terbatas.

"Mbak mau keluar lagi nih sayang" kata Mbak Ida.
"Barengan yuk Mbak. Dony juga sudah mau keluar nih. Keluarin dimana" tanyaku sambil menahan nafas karena sudah menahan seluruh cairanku mengalir menuju rudalku.
"Didalam saja" kata Mbak Ida sambil menggoyang-goyangkan pantatnya

Kemudian ku genjot keluar masuk rudalku dengan cepat.

"Oughh.. lebih cepat sayang. Mbak sudah mau keluar nih" kata Mbak Ida sambil tubuhnya tegang siap-siap merasakan orgasme yang ke sembilannya.

Kemudian kurasakan liang vaginanya menyempit dan menjepit rudalku sehingga tak tertahankan lagi membanjir keluar seluruh cairan dari dalam tubuhku ke dalam liang vagina Mbak Ida.

"Ouaghh.." jerit Mbak Ida keras, sambil kurasakan ada semprotan hangat di kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida sehingga liang Mbak Ida banjir dengan air mani kami berdua.

Setelah agak lama kemudian kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Lalu kepeluk tubuh Mbak Ida dan kucium jIdatnya dan kemudian aku berbaring disisi Mbak Ida untuk mengatur nafasku yang tak beraturan.

Setelah mandi bareng (satu ronde lagi di kamar mandi) kemudian kami berpakain dan menuju ke ruang tamu.

"Kamu panggil aja Mbak dengan nama Mbak lagian umur kita kan enggak beda jauh" kata Mbak Ida sambil mencium pipiku.
"Iya Mbak. Aku sudah 25 tahun nih" kataku.
"Kamu besok-besok masih mau kan main ama aku" kata Mbak Ida memulai biar lebih akrab.
"Tentu saja sayang. Siapa sih yang enggak mau ama tubuh sexy dan wajah yang manis seperti ini. Emang Ida nggak takut ketauan" kataku.
"Enggak donk. Orang disni sepi banget lagian anakku tidur di kamarnya sendiri jadi ada apa-apa di kamarku kan enggak bakal ketauan" kata Ida sambil mengedipkan mata.
"Oke deh. Kalau begitu aku pulang ke kostku dulu yaa" kataku sambil berdiri.
"Bentar. Kuantar kamu pulang" kata Mbak Ida sambil pergi mengambil kuci mobilnya.

Begitulah sampai sekarang aku hampir tiap malam kerumah Mbak Ida buat memuaskan nafsu Mbak Ida yang lama nggak tersalurkan. Akupun sampai-sampai hampir nggak sempat mengunjungi pacarku.

Demikian kisah tante girang yang kesepian di tinggal suami yang bekerja di kapal pesiar. nantikan cerita kami selanjutnya. hanya di komunitas tante girang

ML dengan Tante TITIS

Standard


Cerita seks tante girang berikut adalah menceritakan tentang serunya bermain memek, karena gambar memek sangat mempengaruhi sebuah kisah cinta dari perjalanan tante girang

Mbak titis dengan permainan yang aduhai...

Namaku Dimas. Aku tinggal di kota jogja. Ceritaku ini terjadi pada tahun 2001. Pada waktu itu aku masih kuliah di sebuah PTN terkenal di jogja. Aku ambil cuti kuliah untuk bekerja di sebuah radio swasta yang baru berdiri. Waktu itu aku bekerja sebagai kru produksi. Pekerjaannya sangat sederhana yaitu merekam lagu, membuat iklan radio, dan mempersiapkan segala hal yang sifatnya off-air. Pemilik radio itu namanya Bapak Damian. Dia mempunyai istri yang sangat cantik. Aku biasa menyebutnya dengan Ibu Titis.

Ibu Titis tingginya kira-kira 170cm, bahkan lebih tinggi dari suaminya. Ibu Titis bekerja di sebuah perusahaan swasta di jogja. Sejak pertama kali masuk kerja di radio itu, aku udah kepincut dengan Ibu Titis. Ibu Titis ini berparas sangat cantik, mungkin sensual. Tinggi kira-kira 170cm, berat 50kg. Payudaranya tidak besar, sama sekali tidak besar. Tapi justru payudaranya yang kecil itu yang membuatku sangat penasaran. Aku selalu terobsesi dengan payudara yang kecil.

Sesampai di dalam rumah aku tidak menemukan siapa pun. Dimana Mbak Titis, pikirku. Kulangkahkan kakiku ke ruang tengah. Kosong juga. Wah, di mana nih. Perlahan aku berjalan ke dapur sambil berharap cemas. Kalo udah pada tidur ya aku pulang aja. Sampai aku dikejuntukan oleh sepasang tangan yang melingkar dipinggangku dari belakang.
"malam ini temenin Mbak ya", terdengar bisikan di telingaku.
Tanpa basa-basi aku segera memutar tubuhku dan di depanku telah berdiri Mbak Titis dengan paras yang sangat cantik. Wajah Mbak Titis persis di depanku. Hidungku nyaris bersentuhan dengan hidung Mbak Titis. Terasa hangat di wajahku ketika Mbak Titis menghembuskan nafas. Aku benar-benar dibuat terpesona.
Mbak Titis sudah berganti pakaian dengan kimono warna pink. Matanya sayu menatapku. Entah keberanian dari mana yang mendorong wajahku sehingga bibirku mengecup lembut bibir Mbak Titis. Tidak ada perlawanan dari Mbak Titis. Bibirku terus bermain di bibir Mbak Titis beberapa lama. Kurasakan tangan Mbak Titis meremas lembut kemejaku. Aku mencoba melingkarkan tanganku di punggung Mbak Titis. Kuusap perlahan punggungnya sambil terus memainkan bibirku. Lidahku mulai menerobos masuk ke dalam mulut Mbak Titis. Bibir Mbak Titis lembut sekali, wangi dan itu membuatku semakin bernapsu.
Lidahku semakin liar bermain. Kuciumi lagi bibirnya, hidungnya, matanya, keningnya, pipinya, dagunya. Dan semuanya terasa lembut. Napas Mbak Titis semakin memburu. Tanganku bergerak ke bawah mencari2 tali kimono. Setelah ketemu, kuloloskan talinya pelan. Ketika berhasil kulepaskan, kimono tersebut merosot sedikit menjuntai ke lantai.

Kumundurkan tubuhku dan nampaklah pemandangan yang sangat indah yang sering kubayangkan selama ini. Mbak sudah tidak memakai bra dan cd. Payudara yang selama ini hanya ada dalam imajinasiku kini terpampang jelas di hadapanku. Tampak puting yang kecil berwarna coklat dan merah muda pada ujungnya. Bener-bener sesuai ama yang kuharapkan. Payudaranya kecil, mungkin ukuran 34a. Tapi aku suka banget ama yang segitu.
"Dimas Kenapa berhenti?", ucapnya lirih seraya matanya yang sayu memandangku. Tanpa pikir panjang kuhampiri Mbak Titis dan berlutut di depannya. Aku membungkuk dan mencium lembut jari kaki sebelah kirinya sementara tangan kananku membelai lembut betis kanan Mbak Titis. Yang kudengar saat itu hanya lenguhan nikmat dari Mbak Titis. Kudongakkan kepalaku menatap Mbak Titis. Mbak Titis hanya menatapku sayu dengan nafas yang memburu. Kuarahkan perhatianku lagi ke bawah. Kuciumi lagi kaki kiri dan kanan berganti sementara tanganku mengusap lembut betisnya. Mbak Titis terus mendesis sampai suatu saat Mbak Titis hampir terduduk karena menahan kenikmatan dari ciuman dan belaian di betisnya.
Aku bangkit dan kusandarkan tubuh Mbak Titis di tembok dapur dengan posisi tubuh berdiri. Aku berlutut lagi dan kini yang menjadi sasaranku adalah pahanya. Kuciumi pelan paha kanan Mbak Titis. Tangan kanan Mbak Titis mencengkeram tembok. Kuciumi terus mulai dr atas lutut sampai mendekati pangkal pahanya. Tercium aroma yang membuatku semakin mabuk asmara ketika menciumi sekitar pangkal paha. Mbak Titis berusaha mengatupkan pahanya tapi aku menahannya dengan kedua tangan supaya tetap terbuka. Ciumanku pindah ke paha yang kiri sementara tangan kananku bergerak ke atas ke wilayah perut dan mengusap pelan dengan ujung jariku. Mbak Titis semakin mendesis tidak karuan.
"Oh... Mas... Shh... sh..."
Ciumanku terus naik mendekati pangkal pahanya. Dengan gerakan sedikit menyentak kurenggangkan lagi paha Mbak Titis.
Oughhh... Mbak Titis melenguh panjang menerima perlakuanku yang tiba2. Kupandangi sejenak gundukan di depanku. Jembutnya lebat sekali dan baunya wangi. Sambil tetap memegangi kedua lutut Mbak Titis, kujulurkan hidungku menyapu jembutnya. Tubuh Mbak Titis bergetar menerima sapuan hidungku. Tampak samar belahan daging dan kucoba menjilat pelan membelah hutan jembut yang lebat itu.
"Ouhh... Mas...", tangannya meraih rambuntuku dan menjambak pelan. Lidahku terus menjilat mencari-cari daging nikmat. Kurasakan ada cairan menempel dilidahku. Gurih terasa di muluntuku. Muluntuku pun mulai menghisap gundukan indah Mbak Titis.
"oh... Sshh... Sshh... Mas... enak banget mas...", desah Mbak Titis. Desahan itu membuatku semakin ganas. Penisku sudah tegang dari tadi tapi aku masih ingin bermain dengan Mbak Titis. Hisapanku di vagina Mbak Titis semakin liar. Sementara Mbak Titis meliuk-liuk menerima serangan di vaginanya.
"mas.. Kamu kok pinter banget sih...", kata Mbak Titis manja. Aku hanya tersenyum aja mendengarnya.

Perlahan ciumanku naik ke perut Mbak Titis. Tidak lama di situ aku berniat untuk langsung menyerbu tetek Mbak Titis. Aku segera bangkit. Kupandangi sejenak tetek Mbak Titis yang sedari tadi belum kusentuh sama sekali. Lalu kupandangi wajah Mbak Titis, titik2 keringat bermunculan di keningnya. Kumajukan wajahku ke arah tetek Mbak Titis, tanpa mengalihkan pandangan dari matanya. Sampai di tetek yang sebelah kiri kukecup pelan putingnya. Mbak Titis mendongakkan wajahnya menerima sensasi kecil di putingnya. Kukulum puting tetek kiri Mbak Titis. Terasa hangat di dalam muluntuku. Mbak mulai mendesis lagi.
"terusin mas... terusin",
Aku semakin gencar mengulum puting tetek Mbak Titis. Sesekali kusedot dengan keras.
"Ahh.!" Mbak Titis berteriak kecil.
Aku melirik ke tetek yang sebelah kanan. Segera kuarahkan bibirku ke puting kanan. Perlakuanku beda kali ini. Aku menyerbu tetek kanan Mbak Titis dengan sangat liar sementara tangan kananku meremas-remas dengan kuat tetek yang kiri. Menerima perlakuanku yang berubah drastis, Mbak Titis berteriak keras dengan menggoyangkan kepalanya kiri kanan. Keliaranku itu bertahan selama 10 menitan sementara penisku sengaja kugesek-gesekkan ke vagina Mbak Titis.
Mbak Titis terus menerus meracau. Tidak jelas apa yang diucapkan. Aku sudah tidak tahan lagi. Segera kubalik tubuh Mbak Titis kupaksa untuk menungging. Mbak Titis menahan tubuhnya dengan tangan di tembok. Kuarahkan penisku ke vagina Mbak Titis. Pelan aku coba menerobos liang vagina Mbak Titis. Agak susah juga mencari posisi lubang vagini Mbak Titis. Setelah beberapa saat akhirnya penisku sudah berada dalam jepitan vagina Mbak Titis.
"Mbak..." aku menahan sebentar penisku. Mbak Titis melenguh panjang.
"ouhh...hss...mas..."
aku segera menarik penisku pelan sampai tersisa kepalanya dalam vaginanya. Lalu kutusuk lagi dengan gerakan cepat. Mbak Titis lagi-lagi melenguh panjang. Kulakukan berulang kali sampai 15 menit. Tanpa berganti posisi aku percepat gerakanku. Tanganku kubiarkan bebas menggantung. Penisku terus kupacu di dalam vagina Mbak Titis. Sampai suatu ketika tubuh Mbak Titis mengejang hebat dan Mbak Titis melolong hebat merasakan orgasme pertamanya. Tubuh Mbak Titis masih bergetar beberapa saat. Aku harus menahan tubuhnya karena seperti mau terjatuh ke lantai. Sebenarnya aku juga sudah hampir sampai tapi sekuat tenaga aku bertahan. Aku tidak mau permainan ini cepat selesai.
Kudiamkan sebentar penisku di dalam vagina Mbak Titis dan membiarkan Mbak Titis mengatur napasnya, menikmati orgasmenya.

Beberapa saat kemudian, aku melanjuntukan lagi serbuanku ke vagina Mbak Titis.
"Oh...uh...oh...uh", suara Mbak Titis keenakan.
"Mas, enak banget", tambahnya lagi. Tangan kirinya meraih tangan kiriku dan meletakkannya di teteknya. Spontan kuremas tetek Mbak Titis. Sensasi di dua wilayah sensitifnya membuatnya menggelinjang ga karuan. Sodokanku di vaginanya kupercepat sementara remasanku semakin kuat di teteknya. Akhirnya, aku mengeluarkan senjataku yang terakhir. Tangan kananku yang bebas kuarahkan ke lubang anusnya. Kuludahi anusnya dan kuusap keras bagian anus Mbak Titis. Sekarang 3 bagian sensitifnya habis aku garap. Mbak Titis semakin melolong tidak karuan. Kepalanya terayun-ayun menambah keseksiannya. Badannya terus terguncang-guncang menerima sodokan penisku. Aku pun mulai kacau merasakan sensasi di penisku.
"Mbak, enak banget Mbak", cerocosku.
"heh...uh... terusin mas. Ahh..."
Jariku mencoba menerobos ke liang anus Mbak Titis. Aku tidak berani terlalu dalam. Takut menyakiti Mbak Titis. Penisku masih terus menghunjam di vagina Mbak Titis. Sampai akhirnya aku merasakan gelombang sangat kuat yang siap menerobos keluar dari penisku.
"Mbak... Aku dah mo keluar Mbak... Mphhh..."
Iiiiyyaaaa maasss... mbak juga... aaayooo masss..."
Kupercepat gerakanku. Penisku terus menerobos vagina sampai akau tidak kuat lagi menahan gejolakku...
Croot...croot...croot... Ah... Ah... Ah...
Gerakan penisku kuhentikan di dalam vagina Mbak Titis. Dan tubuh Mbak Titis pun bergetar sangat hebat. Tangan kirinya mencengkeram tangan kiriku yang bermain di teteknya dengan sangat kuat.
"AHHH... DIMAAASSSSHHHHH", teriaknya memenuhi ruangan dapur.
Kujatuhkan kepalaku ke punggung Mbak Titis. Kutarik penisku pelan-pelan, dan kuhunjamkan lagi ke dalam vagina Mbak Titis tapi dengan gerakan yang sangat pelan. kedua tanganku meremas lembut tetek Mbak Titis. Nikmat banget. Sumpah nikmat banget. Kuciumi pelan punggung Mbak Titis sementara Mbak Titis masih berguncang-guncang menerima orgasmenya.
Setelah beberapa saat, aku tetap membiarkan penisku bertahan di dalam vagina Mbak Titis. Lalu, pelan-pelan kutarik penisku. Mbak Titis melenguh merasakan gesekan pelan di vaginanya.
"Mbak... Nikmat banget. Mbak cantik sekali", bisikku pelan.
"Dimas... Kamu hebat. Hhh...mbak nggak ngira kamu mau ama mbak", katanya sambil membalikkan tubuhnya dan kini duduk terkulai lemas di lantai.
Aku tersenyum aja mendengarnya.
"Kapan-kapan, kalo mbak pengen, Dimas mau ya nemenin Mbak lagi?"
"Mmmmm... Siap Mbak! Apapun buat Mbak!", jawabku sambil berkelakar.

Itu adalah kisah pertamaku dengan Mbak Titis, istri bosku. Setelah hari itu, selama empat hari aku nemenin Mbak Titis tiap malam. Ga jadi nyesel deh, Pak Min banyak ijinnya. Ijin terus aja Pak Miiinnn... Setiap bosku keluar kota aku selalu menemani Mbak Titis dan memberinya kepuasan. Demikian juga Mbak Titis memberiku pengalaman, dan sensasi-sensasi baru lainnya.

Gambar memek mbak titis masih terus teringat di otak ku, toked nya, paha nya, bokongnya, semua masih teringat jelas di memori otak ku, aku berharap mbak titis pun demikian, selalu mengingat apa yang telah kami lakukan berdua

Selesai...

Cerita seks Brondong

Standard
Tak hanya cerita tante girang, cerita dewasa juga menceritakan tentang cerita seks seorang brondong yang menjadi pelampiasan birahi para tante girang yang haus seks, haus dengan kepuasan seks yang selalu menjadi tujuan para tante girang. berikut cerita lengkapnya.

Pagi itu cerah sekali. Aku bangun dengan tubuh dan perasaan yang benar-benar fresh. Hari ini hari Sabtu, berarti aku libur dari pekerjaanku sebagai seorang sekretaris direksi sebuah dealer mobil mewah di kawasan S, Jakarta. Hari ini aku rencananya akan menghabiskan weekend di rumah sahabatku, V di kota B (tau kan kotanya ?). Oh ya, namaku *****, teman-teman biasa memanggilku Celyn, umurku saat ini menginjak kepala 3, tapi aku belum menikah karena masih menikmati hidup tanpa ikatan, tapi bukan berarti aku tidak punya pacar. Pacarku namanya Josh, di kerja di perusahaan trading. Kami sudah menjalin hubungan selama satu setengah tahun.

Kok jadi ngomongin diriku ya? (narsis bgt ya?). Anyway, aku segera bangun untuk bersiap-siap. Aku segera menuju kamar mandi. Seperti biasa, aku langsung melepas piyamaku. Setelah tidak ada sehelai benangpun di tubuhku, akupun mulai menggosok gigi. Sambil menggosok gigi, kuperhatikan tubuhku dicermin yang ada dihadapanku. Tubuhku memang montok, apalagi di bagian pinggul karena aku hampir tidak ada waktu untuk fitness, tapi toh aku tidak perduli, aku bahagia dengan tubuhku ini. Sambil menyikat gigi ku pegang buah dadaku, yang menurutku biasa saja, tapi tidak menurut teman-temanku. Menurut mereka buah dadaku seperti mau tumpah, mungkin karena aku selalu memakai bra yang tidak menutupi semua buah dadaku. Aku terus meraba buah dadaku sambil terus menyikat gigi, rasanya geli…lama-lama aku justru lebih fokus pada remasan tanganku daripada menyikat gigiku. Akhirnya aku tersadar…kuputuskan menghentikan kegiatan menyenangkan diriku itu lalu bergegas bersiap-siap.

Setelah memasukkan barang ke H…. J…ku (nanti dikira dapet sponsor), aku segera melaju ke arah tol menuju B. Sebelum berangkat aku sempat meminta alamat V, dan dia segera mengirim SMS alamat lengkapnya. Bukan sekali ini aku ke kota B, tapi Baru dua minggu yang lalu Vina pindah rumah ke daerah CL, dan aku tidak tahu sama sekali dimana itu. Aku pikir toh nanti bisa tanya sama orang di jalan.

Sesampainya di B, aku mulai mengikuti petunjuk SMS V untuk menuju ke rumahnya, tapi…jalanan di kota B ini sangat membingungkan. Setelah berputar-putar aku memutuskan untuk bertanya. Di depanku aku melihat kerumunan anak SMP yang baru pulang sekolah, aku lalu meminggirkan mobilku untuk bertanya pada salah satu dari antara mereka.
“Permisi dik, mau tanya alamat ini”, sambil kutunjukkan isi SMS dari V.
“Oooh…dari sini lurus terus nanti ada toko CK, tante belok kiri terus belok kanan, nanti belok kanan lagi, terus ambil kiri, terus ada tanjakan belok ke kanan. Naik terus nanti tanya aja lagi sama orang disitu”, dia memberikan penjelasan panjang lebar.
Diberi penjelasan seperti itu aku langsung kebingungan, tanpa pikir panjang aku langsung minta tolong padanya.
“Aduh, tante bingung nih! Kamu bisa anterin aja ga? Nanti tante kasih ongkos pulang” kataku.
Dia seperti kebingungan.
Aku pun berkata, “Tenang ga akan diculik kok”, kataku sambil tersenyum.
Dia makin kelihatan kebingungan.
“Kalo kamu takut, ajak saja temen kamu”, aku meyakinkannya, karena aku sudah pusing mencari alamat V.

Akhirnya dia setuju dengan syarat boleh mengjak temannya dan diberi ongkos pulang.
Dia pun mengajak dua orang temannya. Aku menyuruh salah satu dari mereka untuk duduk di depan sebagai penunjuk jalan, lagipula aku tidak mau dikira sepagai sopir antar jemput anak sekolahan

Didalam mobil aku berkenalan dengan mereka. Yang duduk didepan bernama Fariz, sedangkan dua temannya yang duduk dibelakang bernama Dharma dan Aziz. Dari obrolan kami ku ketahui mereka baru kelas 2 SMP.
Selama perjalanan kuperhatikan mereka semua mencuri-curi pandang tubuhku. Saat itu aku mengenakan tank top biru muda dan hot pants. Yang paling kuperhatikan tentu saja Fariz karena dia duduk didepan. Setiap kali kuperhatikan dia langsung membuang muka, karena takut ketahuan olehku. Umur-umur segitu anak cowok memang memiliki fantasi seks yang luar biasa. Fariz terus saja mencuri pandang buah dadaku yang “luber”. Akhirnya kuputuskan kubiarkan saja mereka melihat payudaraku, kupikir sebagai bahan masturasi mereka nanti…

Akhirnya sampai juga kami di rumah V.
Vina langsung menyambutku, tapi dengan tatapan heran.
“Siapa itu Cel?”, tanyanya.
“Oh..mereka guide”, kataku sambil tersenyum pada mereka.
“Masuk dulu yuk!”, ajakku pada mereka. “Ga buru-buru kan?”, tanyaku lagi.
Akupun mengambil tas kecilku. Aku dan Vina masuk mendahului mereka.

Rumah V –menurutku sih villa, bukan rumah- berada didaerah yang elite, sehingga jarak antar tetangga tidak terlalu dekat.
Vina juga hidup sendiri, sama seperti aku. Dia editor sebuah majalah wanita.
Begitu masuk rumah, Vina langsung menunjukkan kamarku, “kamar lo di atas ya Lyn, yang itu tuh”, katanya sambil menunjukkan kamarku.
Kita ngobrol dibawah yuk, katanya kepada ketiga anak itu sambil turun menuju ruang tamu.
Aku pun menuju kamarku, ketika baru teringat bahwa aku lupa membawa tas yang berisi pakaian.
Aku pun memanggil Fariz, “Riz, bisa minta tolong ambilkan tas tante yang hitam di mobil?”.
Fariz tampak terkejut, “Bisa tante”.
“Tau cara bukanya kan?”, tanyaku lagi.
“Tau kok!”, jawabnya.
Akupun memberikan kunci mobilku kepadanya.

Akupun menuju kamarku. Sesampainya di kamar, aku langsung menutup pintu dan menuju kamar mandi, aku sudah tidak tahan menahan pipis sejak di tol tadi.
Ketika aku baru mengeluarkan pipisku, tiba-tiba Fariz masuk.
Akupun terkejut. Sial, aku lupa mengunci pintu kamar dan lupa menutup pintu kamar mandi karena sudah tidak tahan.
Fariz tampak terkejut melihatku sedang duduk di toilet, “Ma..maaf tante, saya lupa mengetuk pintu”. Dia terpaku di depan pintu.
Cepat-cepat kubilang padanya, “Udah cepet masuk tutup pintunya, tar keliatan orang!”.
Masih kebingungan diapun masuk dan menutup pintu, matanya masih terpaku padaku.
“Lihat apa kamu?”, tanyaku menyadarkannya.
“Eh..ngga liat apa-apa tan”, katanya sambil membalikkan badan.
Setelah selesai akupun berkata padanya, “Maaf ya, tante lupa kunci pintu”.
“Ng…ga pa pa tan, saya keluar dulu”, katanya.
Busyet polos amat anak ini, pikirku. Tiba-tiba muncul niat isengku, melihatku pipis saja sudah kebingungan bagaimana kalo melihatku bugil?
“Riz, tante bisa minta tolong lagi ga?”, pertanyaanku menghentikan langkahnya.
“Bi..bisa tan”, rupanya dia masih shock.
“Tolong pijitin tante dong, tante pegel nih nyetir dari J”, tanyaku.
Rupanya permintaanku ini lebih mengagetkannya. Niat isengku semakin menjadi-jadi.
“Nanti tante tambahin deh ongkosnya”, tambahku lagi.
Rupanya kata-kataku yang terakhir ini membuat dia tersadar.
“Bo..boleh deh tan”, katanya.

Aku pun memanggil V untuk meminta lotion untuk membalur tubuhku.
“Mau ngapain lo?”, tanya Vina setengah berbisik kepadaku.
“Mau tau aja”, kataku kepadanya.
Vina yang merupakan petualang seks sejati langsung mengerti maksudku.
“Bisa aja lo cari variasi”, katanya lagi. “Bisa ikutan dong?”, tanyanya.
“Tuh masih ada dua lagi”, kataku sambil menunjuk Dharma dan Aziz.
“Wah cerita baru buat blog gue nih”, katanya bersemangat.
Diapun memberikan lotion kepadaku.
Akupun menutup pintu tanpa kukunci, toh tidak ada siapa-siapa selain kami berlima dirumah ini.
“Nih lotionnya”, kataku sambil menyerahkan lotion kepada Fariz.
Akupun menuju kamar mandi, lalu keluar lagi dengan hanya mengenakan handuk. Aku telah melepaskan semua pakaian dalamku. Perasaan ini mulai membuatku bergairah.
Fariz tampak terkejut melihatku, karena handuk yang kukenakan benar-benar hanya menutupi payudara dan kemaluanku saja.
Aku pun berbaring telungkup di tempat tidur dan menurunkan handukku sehingga hanya menutupi bagian pantatku.

“Ayo..tunggu apa lagi”, kataku kepada Fariz yang tampak tertegun melihat tubuhku yang hampir telanjang.
Diapun duduk disebelahku dan mulai menuang lotion ke atas punggungku. Fariz pun mulai memijitku.
Aku berusaha memulai pembicaraan untuk memecah kesunyian.
“Kamu sekarang kelas 2 SMP ya. Udah punya pacar?”, tanyaku.
“Be..belum tan”, jawabnya gugup.
“Kamu kok grogi gitu? Belum pernah mijit cewek ya?”, tanyaku jahil.
“Be..belum pernah tan”, jawabnya singkat.

“Udah..kamu pijit kaki tante aja, soal pegal”.
Farizpun mulai memijit kakiku.
“Agak keatas sedikit Riz”, kataku sambil mengarahkan tangannya ke pahaku.
Dia tampak semakin gugup.
Pijatan didekat daerah kemaluanku membuatku secara tidak sadar melebarkan pahaku, menurutku Fariz dapat melihat bulu kemaluanku yang tidak terlalu lebat itu.
“Tapi kamu pernah masturbasi kan?”, kataku mulai memancing.
“Mmm….”, dia terdiam.
“Ga mungkinlah seumuran kamu belum pernah masturbasi”, kataku lagi.
“Pernah tan”, jawabnya pelan.
Kamipun terdiam.

“Agak keatas lagi Riz”.
Farizpun memijit dekat pantatku.
“Udah pernah ML?”, kataku makin tak tahan.
“Be..belum tan”.
Wah perjaka batinku. Aku pun menarik handuk yang menutupi pantatku sehingga kini aku benar-benar bugil.
Fariz benar-benar terkejut.
“Sekarang pijitin pantat tante aja, dari tante duduk nyetir terus”.
Farizpun mulai memijit pantatku yang montok bersih itu. Akupun makin lama makin melebarkan kedua pahaku.
“Riz…”.
“Iya tan”.
“Kamu mau pegang ‘itu’ tante?”, tanyaku nakal. “Pegang aja Riz, ga pa pa kok”, pancingku lagi.
Fariz memindahlan tangannya dari pantatku kea rah kemaluanku. Dia mulai memegang bulu kemaluanku. Nafsuku makin tidak tertahan.
“Gerakin tanganmu maju mundur Riz”, kataku mengarahkan.
Arizpun mulai menggerakkan tangannya di atas kemaluanku. Gesekan antara tangannya dan bulu kemaluannya makin membuat vaginaku basah. Akupun sedikit menunggingkan badanku untuk mempermudah tangan Fariz bermain di atas kemaluanku.
“Masukin jari tengah kamu Riz”, pintaku setengah memohon.
Farizpun mulai mengerti jalannya permainan ini. Dia mulai memasukkan jari tengahnya kedalan vaginaku sambil terus menggosok-gosoknya. Sentuhan tangannya sesekali menyentuh klitorisku, dan itu makin membuatku bernafsu.
Suaraku makin lama makin meracau karena keenakan.
“Iya Riz..yang itu. Gosok ‘itu’ tante Riz”.
“Yang mana tante?”, katanya polos.
Akupun tersadar, dia masih terlalu polos.

Lalu aku membalikkan tubuhku, sehingga Fariz kini dapat melihat seluruh rubuhku yang telah bugil dengan leluasa.
“Kamu mau pegang payudara tante?”, tanyaku sambil memgang kedua tangannya dan mengarahkannya ke kedua payudaraku. Aku meremas tangannya sehingga tangannya itu meremas kedua buah dadaku.
Setelah meremas-remas buah dadaku, aku pun menarik kepala Fariz dan mengarahkannya ke dadaku. Diapun mulai menjilati putingku, mataku terpejam akupun makin mendesah tidak karuan.

“Oouuh…aaahh…euuhhh…”, aku mulai liar.

Tanganku tidak tinggal diam. Aku mulai meraba celana Fariz dan memegang kemaluannya yang aku yakin sudah tegang dari tadi. Tanganku menarik retsletingnya dan mengeluarkan kemaluannya. Tidak terlalu besar, hanya sedikit lebih panjang dari genggamanku, mungkin karena ia masih kelas 2 SMP. Tanganku mulai memainkan kejantannya, aku mulai mengocoknya.

Akhirnya aku berhenti. Akupun duduk dan mulai melucuti seragam Fariz. Kulihat badannya yang masih polos itu. Kemaluannya baru sedikit ditubuhi bulu-bulu halus. Aku menyuruhnya terlentang. Akupun mulai melakukan oral kepadanya dalam posisi berlutut.

“Hmmph...mmph…mmphh”, suara mulutku yang sedang mengulum batang kemaluannya sambil tanganku memainkan kedua bolanya.

“Aahhhh…ahhhh…enak tan”, Fariz berteriak keenakan.

Fariz merubah posisinya dari tidur menjadi duduk. Tangannya kini memainkan buah dadaku. Sesekali aku berhanti mengulum batang kejantanannya untuk menikmati remasan tangan Fariz. Tangan kiriku kini beralih memainkan klitorisku. Aku benar-benar menikmati semua ini.
Tiba-tiba Fariz berteriak,
“Aa..aa..aaahhhhh, geli banget tan. Aaahh..aaahh…aaahhh…ma..ma..ma u kkkelluuaaarrr”, aku makin mempercepat mulutku dan makin menghisap kuat-kuat batang kejantannya.
Tidak berapa lama…..

“AAAAHHHHHHH…AAAHHHHHH…AAAAHHH HHH”, Fariz mengeluarkan cairan spermanya didalam mulutku. Aku sempat terkejut, karena banyak sekali cairan sperma yang dikeluarkan anak kelas 2 SMP ini. Tapi itu kupikir karena jarang sekali bermasturbasi.
Sperma yang telah dikeluar didalam mulutku ku keluarkan lagi ke atas batang kemaluannya, hanya untuk kuhisap lagi. Fariz terlihat begitu menikmati oral seks ini. Akhirnya kutelan semua sperma Fariz, dan kuhisap lagi kemaluannya untuk membersihakan sisa-sisa spermanya.

“Enak Riz?”, tanyaku puas.
“Enak banget tante. Beda ya sama masturbasi”, jawabnya polos.
Aku hanya tertawa sambil menjawab, “ada yang lebih enak, mau?”.

Akupun mulai mengulum kembali batang kejantanan Fariz yang telah terkulai. Aku sengaja melakukan oral terlebih dahulu kepada Fariz, supaya nanti saat permainan utama dia tidak cepat ‘keluar’. Pelan-pelan aku mulai menjilati kemaluannya. Posisi Fariz kini tiduran kembali dengan kedua kaki diangkat, sehingga kepalaku berada dikedua pahanya. Jilatanku mulai berubah menjadi kuluman. Semakin lama semakin cepat, akupun mulai memperkuat hisapanku pada kepala penisnya. Sesekali paha Fariz menjepit kepalaku menahan rasa geli di penisnya. Ketika penis fariz telah berdiri lagi aku menghentikan oralku.

“Eh..kenapa tante?”, tanyanya heran.
“Gantian dong, masa kamu aja yang enak?!”, kataku.
“Maksudnya?”.

Akupun mulai berbaring dan menarik Fariz ke pelukanku. Akupun mulai menciumnya. Mula-mula dia seperti risih, tetapi permainan lidahku mulai mengajarinya untuk berciuman. Kami terus berpelukan sambil berciuman, sesekali penisnya menyentuh klitorisku dan ini membuatku makin menggila. Puas berciuman aku mengarahkan kepalanya ke bauah dadaku. Kini Fariz telah tahu apa yang harus dilakukan.
Nafsuku makin tak tertahan. Aku mengangkat kepala Fariz, “Riz, jilatin ‘itu’ tante”.
“Yang mana tante?”.

Aku mengambil posisi bersandar pada pinggiran tempat tidur. Kutekuk pahaku dan kubuka lebar-lebar pahaku. Kedua tanganku memegang vaginaku, jari-jariku menyisir bulu kemaluan. Setelah terlihat jelas kemaluanku yang telah basah dari tadi, kutunjukan klitorisku dengan kedua jari telunjuk.
“Yang itu Riz, jilatin ‘itu’ tante”, pintaku setengah memelas.
“Yang ini tante?”, katanya sambil menyentuh klitorisku.
Sontak aku menggelinjang, sentuhan tangan Fariz pada klitorisku membuat tubuhku seperti melayang.
Dia tampaknya menikmati hal ini.
“Yang ini ya?”, tanyanya lagi sambil mulai memainkan klitorisku.
“Aaaahhhh…ii..iiyyaaa…yang itu. Ka..kha..kamu nakal ya”, kataku mulai terengah-engah.
“Aaaahhhh…oouuuhh….uuuhhhhh….j ilatin aja Riz”, kataku tak tahan sambil menurunkan kepalanya kekemaluanku.

Fariz mulai menjilati vaginaku, mula-mula meras aneh, mungkin karena aroma khas vagina yang telah basah. Akupun makin melebarkan pahaku, sambil tanganku membuka vaginaku agar tampak klitorisku oleh Fariz.
“Jilatin yang ini Riz”, kataku sambil menunjukkan letak klitoris.
Fariz mulai menjilati klitorisku dengan lidahnya. Akupun memegang kepalanya dan menggerakkan kepala Fariz naik turun di atas klitorisku. Gerakan lidah Fariz yang kasar menari diatas klitorisku membuatku hampir mencapai orgasme.

Cepat-cepat kuangkat kepala Fariz dan kutarik badannya kearahku. Dengan tisak sabar kupegang batang kemaluannya yang telah keras kembali, kuarahkan ke vaginaku.
Cllep…bleessshhh…penisnya langsung masuk kedalam vaginaku yang sudah semakin basah.

“Aaaaahhhh…”, teriakku.

Aku mulai memegang pinggang fariz dan menggerakkannya maju mundur.
Plok..plok..plookk…cloopps…clo oppss….suara selangkangan kami beradu ditengah semakin banjirnya cairan vaginaku.

“Ooooohhh…aaahhhhh…aaahhh…..aa ahhh….aaaa..aaaaa….aaaahhhh…te rus Riz…eennaaak”, teriakku.

Aku mulai manarik-narik rambutnya, sambil sesekali kuciumi Fariz dengan brutal.

“Hmmmppph..hmmmppp…aahhhh..hmm pphh…ooohhh….ohhh yyeesss..hmmmppphhhh”.

Kakiku kini melingkari pinggang Fariz agar penisnya bisa masuk sedalam-dalamnya kedalam vaginaku. Tubuhnya menempel dengan tubuhku, kamipun bermandikan keringat. Sensasi bersetubuh dengan bocah polos yang masih perjaka ini benar-benar membuatku bernafsu. Tangan Fariz mulai memainkan kembali buah dadaku. Tidak berapa lama aku merubah posisi. Aku berjongkok di atas Fariz. Ku pegang penisnya dan kumasukkan kedalam vaginaku.
Plok..plok..plok..vaginaku berbunyi karena sangat basah.

Kugoyangkan badanku maju mundur, penis Fariz melesak penuh kedalamku. Goyangan ini makin menggesek klitorisku.

“Aaahhhhh…ooouuuhhhhh….eenaaaa kkkkkk”.

Aku tahu sebentar lagi fariz akan ejakulasi yang kedua, sehingga aku marubah posisiku menjadi “doggy style”. Tubuhku bersandar pada sandaran temapt tidur. Fariz tanpa permisi langsung memasukkan penisnya dengan tidak sabar.

“Ah!” jeritku.

Fariz makin tidak sabaran. Dia terus memompa vaginaku dengan batangnya, batang yang baru sekali ini merasakan nikmatnya dunia. Dia terus menggerakkan tubuhnya maju mundur, makin lama makin cepat, sambil tangannya memegang pinggulku.

“Ah..ah..ah…teerrruuus Riz….terruuusss…..aaaaahhhh”.

“Tan, Faarriizz maau kke…..lluaarr….giimaannaa nihhhh…..aahhhh…ahhh?”.

“Ahhh…aahhh…kkee…ahh…keeluaari nn aja Riz…aahhhhh”.

Plok..plook…clooppss….cloppss… .
Akupun mulai bersiap meneriam muntahan sperma fariz didalam vaginaku, akupun mulai mencapai orgasme yang sejak tadi kutahan.

“Aahhhhh…tteerrruuussss Rizzzzz…tante ju….Ah!..ga mau keeluuuarrr……aaahhhhh…terusss” .

Fariz terus mempercepat kocokan penisnya di dalam vaginaku.

“aahh…ahhh..AAAAHHHHHHHHH….!!! !”

Fariz memuntahkan seluruh spermanya didalam vaginaku. Kurasakan semprotan kuatnya di dinding vaginaku, seperti dikejutkan oleh sengatan listrik. Vaginaku langsung terasa hangat dan basah oleh cairan spermanya, tapi aku tidak menghentikan goyangannya. Tidak berapa lama….

“Oh…oh…oh…ah..ah..ah..ah..ah.. AAAAHHHHHHH!!!!”, akupun berteriak karena orgasme.

Vaginaku makin basah oleh karena cairan kami berdua. Aku tidak membiarkan Fariz melepaskan penisnya dari vaginaku, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku.

“Gimana Riz, lebih enak dari yang tadi kan?”, tanyaku.
“He..he..he..iya tan, jauh lebih enak”, jawabnya sambil mengikuti goyangan pinggulku.

Bersamaan dengan mengecilnya penis Fariz, keluar jugalah cairan spermanya dari dalam vaginaku. Cairan sperma itu langsung menempel pada kami berdua. Aku langsung berbalik dan menghisap cairan sperma yang ada pada penis Fariz.
Sambil merasa kegelian Farisz berkata, “Makasih ya tan, ga rugi nganterin tante”.
“Aku juga ga rugi dianterin kamu”, jawabku singkat lalu kembali mengulum penis Fariz.

Demikian cerita dewasa kali ini, yang memberikan sensai seks tinggi bagi para pembaca sekalian. mungkin sebagian cerita ada yang di ubah, namun tak banyak merubah cerita asli dari pengakuan seorang tante girang tentang kehidupan seks nya dengan sang brondong...

Bercinta dengan ANAK majikan yang BINAL

Standard
Cerita sex ternyata tak hanya terjadi pada tante girang. cerita seks juga bisa terjadi pada abg dan om-om genit, om- mata keranjang tak hanya dialami oleh om kaya, tapi seorang sopir pun bisa menjadi om yang beruntung bisa bercinta dengan ABG. Cerita seks sopir dengan majikan selalu menarik untuk disimak, berikut kisah nya

Namaku Dhani Anwar, aku bekerja sebagai sopir sekaligus tukang kebun dikeluarga Chinese yang tergolong kaya raya, kerjaku tergolong mudah yaitu mengantar putri tunggal mereka, Feilin, ke sekolah. Feilin memiliki wajah yang cantik, agak nakal, genit dan galak, ia mempunyai dua orang teman akrab yang satu bernama Nia, ia bertubuh langsing dan pemalu dan yang satunya bernama Tarida yang sifatnya periang dan suka bercanda. Mereka juga cantik-cantik, putih dan mulus. Tadinya aku bersikap acuh terhadap kegiatan mereka bertiga namun lama kelamaan aku menjadi penasaran apa saja yang mereka bertiga lakukan di halaman belakang yang dengan kerasnya dilarang dimasuki olehku, rasa penasaran setiap hari semakin membesar dan aku berniat mengintip apa saja yang mereka bertiga lakukan. Pada Tanggal 2 Februari Nia dan Tarida bermain kerumah dan seperti biasanya mereka bermain dihalaman belakang rumah. Dengan hati-hati aku membuka pintu menuju halaman belakang dan melihat sesuatu yang menggetarkan kalbu.

Bagaikan tersambar petir disiang hari aku melihat Feilin, Nia dan Tarida sedang asik saling meraba dan berciuman satu sama lain, pakaian renang melekat ditubuh mereka. Otakku langsung menyala membara dengan nafsu yang bergejolak, rupanya ini yang selalu disembunyikan oleh mereka bertiga, entah sudah berapa lama mereka berdua menyimpan rahasia besar dihadapanku, namun dilihat dari cara mereka berciuman dan meraba sepertinya masih amatiran, pikiran kotorku langsung bekerja.
“Ehmmmm-ehem!” dengan sengaja aku muncul dan mengagetkan mereka bertiga.
“Awwww!!” ketiganya sangat terkejut, “Mang Dhani ngapain sihhhh… kan udah dibilang ngak boleh masuk!” Feilin tampak kesal dan cemberut.
“Gimana non enak yahhhh???”Aku dengan santai menghampiri mereka.
Feilin sepertinya akan membentakku lagi namun Tarida tiba-tiba menarik Feilin dan berbisik sesuatu ditelinga Feilin, “ihhhhhh ngakkk ahhh…” Feilin sepertinya keberatan entah apa yang dibisikkan ditelinganya. Tarida berbisik sesuatu lagi ditelinga Feilin. Kemarahan Feilin tiba-tiba seperti menghilang kini ia memandangiku dengan tatapan yang nakal. “Iya juga…. Hmmmm” Feilin seperti menimbang-nimbang sesuatu, kemudian ia mengangguk pada Tarida yang tersenyum dengan ceria. Tarida menghampiriku dan kemudian ia berkata “Karena mang Dhani sudah mengintip maka mang Dhani harus dihukum…” Tarida terkekeh-kekeh. “Dihukumm ?” Aku bertanya tidak mengerti. “Iya.. mulai sekarang Mang Dhani harus mau jadi boneka.. buat kami…”jawab Feilin.
Aku memandang tidak mengerti namun dengan memberanikan diri Tarida menjelaskan kepadaku tentang keingintahuan mereka terhadap anatomi laki-laki, sekata demi sekata diucapkan dengan terbata-bata.
“Hmmm maksudnya ingin lihat kemaluan pria begitu…?”Aku tersenyum , melihat wajah ketiga gadis Chinese dihadapanku merona merah.

Tanpa banyak berkata-kata aku segera mebuka baju dan celanaku dan terakhir kulepaskan celana dalamku dan kata-kata seperti “Wahh…..,Uhhhhh….dan Ihhhh” terdengar dari mulut ketia gadis Chinese dihadapanku yang memandangi kemaluanku sambil melotot. Oh iya aku lupa menyebutkan jati diriku , aku asli orang Irian, Usiaku 54 tahun, tinggi tubuhku 1,87 meter dan tubuhku gemuk dan besar, kulitku hitam legam dan rambutku ikal dan beruban, wajahku tadinya rada ganteng namun menjadi rusak tidak karuan karena terbakar demikian juga bagian tubuhku yang lain penuh dengan bekas luka bakar, Untungnya kemaluanku tidak ikut terbakar. Panjang kemaluanku 19.4 cm dengan dihiasi oleh otot-otot yang melingkar, makanya para amoy dihadapanku melotot melihat kemaluanku yang besar dan panjang.
“Mmmhhh Mang Dhani sekarang harus duduk disono…” Feilin mundur dan tampak gugup ketika kuhampiri.

Aku tersenyum , aku menuruti kemauannya dan duduk dikursi sofa. “Nahhh… sekarang terserah kalian ingin ngapain saya terima”Aku mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar. Tarida mendorong Feilin sambil berkata “Feilin maju gihhhh !! kan sopir kamu tuh….”, Feilin bertahan tidak mau maju sambil memandangi risih kemaluanku
“Ehhh ngakkk ahhh kamu dulu gihhh….” Feilin malah mandorong tubuh Tarida. Kedua gadis itu sibuk saling mendorong sambil tertawa-tawa kecil, namun kemudian mereka terdiam sambil memandangi Nia. “Kalo gitu si nia aja duluan… serbuuuuuuu” Feilin memberikan perintah dan mereka berdua mendorong Nia yang tampak gugup dan terkejut. “Ehhhhh lohhhh ??? ngakkk akkhhhh duhhhh Feilinnnn… Taridaaaaaa” Nia Protes, ia tampak ketakutan dan menghindar dari kedua temannnya. Kini Aku mengocok-ngocok kemaluanku sambil memandangi wilayah terpenting Tarida. “Ngapain sihhhh….” Tarida memandangiku dengan curiga, aku hanya tersenyum-senyum. “Yang ini lebih enak ketimbang ciuman.. he he he” Aku terus mengocok-ngocok kemaluanku. Feilin kini berusaha mendekatiku dan ia duduk bersujud sambil memperhatikanku yang sedang asik mengocok-ngocok kemaluanku. Tarida ikut bersujud didekat Feilin sedangkan Nia dengan malu-malu hanya berdiri disamping kedua temannya. “Emangnya dikocok-kocok gitu kayak apa enaknya sih?” Feilin bertanya sambil memperhatikan tanganku yang sedang mengocok-ngocok kemaluanku. “Wah yang pasti asik banget non… pokoknya sulit deh ngejelasinnya tapi kalo Feilin mau nyoba ngocok-ngocok ****** pasti ketagihan….soalnya asik berat deh”Aku mulai memasang jaring beracunku agar ketiga gadis dihadapanku mau mencoba memainkan kemaluanku.

“Nihhhh cobainn….”Aku menggeser tubuhku sambil menyodorkan kemaluanku. “Eehhhh ngak… ngakkkk……” Feilin malah mundur, aku jadi kecewa namun…
“Ehhh……”Aku sempat tersentak ternyata Nia yang tadinya pendiam kini ikut bersujud dan tanpa ragu-ragu berani mengelus batang kemaluanku bahkan ia berani menggenggamnya. Ternyata….hmmm…entah apa yang dikatakan Nia, tapi yang pasti ia meremas-remas batang kemaluanku.

“Efuhh…. Niaaaaa….”Tarida tampak kaget dengan keberanian Nia, sedangkan Feilin malah bertanya penuh selidik “Gimana ??”tampaknya Feilin penasaran. “Hangat…. Trusss kadang-kadang berdenyut-denyut… kayak hidup….” Nia menjelaskan.
Kini Tarida mulai mengelus-ngelus batang kemaluanku “Besar amattttt…. Ihh urat-uratnya gede…” Tarida mengomentari kemaluanku. Jari telunjuk Feilin kini menekan-nekan mulut kemaluanku sehingga kemaluanku berdenyut kencang, terlebih ketika Feilin menarik-narik kepala kemaluanku sambil berkata “hehehe kayak helm, cuma yang ini gak bisa dilepas”. Aku semakin mengangkangkan kedua kakiku agar tiga gadis Chinese yang bersujud dihadapanku dapat lebih leluasa memainkan kemaluanku. Hampir selama dua jam mereka bertiga mempermainkan kemaluanku , dan aku mulai merasakan tekanan yang besar di kepala kemaluanku dan ‘Crettt… Croottt’. Sesuatu tiba-tiba menyembur dengan kuat dari kepala kemaluanku.
“Aww…. Ikkkh…aduhhhhh apaaan nihhhh” Feilin yang berada ditengah-tengah memekik karena bahunya tersemprot air maniku. “Uhhh…. Lengkettt……bauuu” Tangannya berusaha membasuh air maniku yang sangat banyak berceceran dibahunya. Sementara Tarida cekikikan mentertawakan Feilin, Nia tersenyum-senyum kemudian menyusul tertawa terbahak-bahak. Semenjak hari itu aku memasuki sebuah masa yang sangat menyenangkan, aku menjadi mainan tiga orang gadis Chinese yang cantik dan mulus.


Pada hari itu seperti biasa aku menunggu Feilin dan teman-temannya ditempat parkir sekolah yang sepi, mataku sudah lima watt karena mengantuk tiba-tiba…. “Tok-tok-tokkkk…”Aku mendengar suara kaca mobil diketuk seseorang. Segera kubuka kunci pintu mobil dan Feilin segera masuk kedalam.
“Mang buka cepet!” ia menyuruhku membuka celanaku.
“Hahhhh… nanti gimana kalau ketauan?” aku agak tidak leluasa bermain didalam mobil kijang.

“Ngak akan…. yang laen kan lagi jam isitirahat…ayo manggg buruan!” Feilin tidak sabaran mengulurkan tangannya dan memaksa membuka resleting celanaku.
Aku membiarkannya melakukan keinginannya dan mengeluarkan kemaluanku.
“Ayooo manggg keluarin yang putihnya….aku pengen liat lagi” tangan Feilin mengocok-ngocok kemaluanku, aku mengerti rupanya ia ingin agar aku mengeluarkan air maniku, otakku berpikir dengan cepat.
“Aduh… susahh Non, kecuali kalau mau membantu dengan….”aku tidak melanjutkan kata-kataku
“Dengan apa mang?” Feilin tidak mengerti dengan maksudku.
“Diisep Nonn… pake mulut.” aku memandanginya dengan tatapan meyakinkan.
Feilin menghentikan kegiatan mengocok-ngocok kemaluanku wajahnya merah padam namun bukan marah tapi malu. Aku mencoba mengambil inisiatif, tanganku bergerak kebelakang kepalanya dan aku menarik dan menekan kepala Feilin kearah kemaluanku,
“buka mulutnya Non!” aku memerintahkan Feilin, entah kenapa Feilin yang biasanya agak nakal dan galak ini tiba-tiba berubah menjadi penurut.
“Hhmmmm…” Feilin hendak menarik mulutnya ketika kepala kemaluanku mulai masuk kedalam mulutnya tapi aku menekan kepalanya lebih keras sehingga kemaluanku masuk lebih dalam kedalam mulut Feilin.
“Sedot Non… Ayoooo!” aku membujuk Feilin agar mau menyedot kemaluanku. “Mmmmmmhhh… Mmmmmmmm” Feilin mulai melakukan sedotan-sedotannya. Aku membelai-belai rambutnya kemudian belaianku turun kepundaknya Feilin dan perlahan-lahan turun mengelus-ngelus pinggul Feilin, aku tersenyum senang karena biasanya Feilin tidak mengizinkan Aku untuk menyentuh tubuhnya namun kini tanganku merayap perlahan-lahan ditubuhnya. Feilin mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya, matanya memandangi kepala kemaluanku dan “Ihhhh asinnn…”namun kemudian dengan lahapnya Feilin mengemut kepala kemaluanku, dikeluarkan dan kemudian diemutnya lagi berkali-kali.
“Tenggg… tenggg… tenggg!!” tiba-tiba bel berdentang sangat keras tanda jam istirahat sudah usai. Feilin mendesah panjang sepertinya ia kecewa
“Sudah nanti kita lanjutkan di rumah…. Pasti lebih asoyyy… dan kalau mau nanti mang ajarkan yang lebih seru.”Aku menarik pinggangnya dan “Hmmmm… mhhh” Feilin sedikit berontak ketika aku tiba-tiba mengulum bibirnya namun perlawanannya perlahan-lahan sirna dan “Auffff…. Sudah manggg aku sudah terlambatt…” Feilin mendorong bahuku kuat-kuat, kemudian ia keluar dari mobil dan berlari kecil menuju kelasnya. Aku tersenyum senang , dengan bersemangat aku menunggu Feilin dan teman-temannya sampai mereka selesai sekolah dan kemudian dengan mengebut aku menuju rumah Feilin.
Para gadis itu masuk kedalam, sedangkan aku buru-buru memarkir mobil kemudian menyusul masuk kedalam rumah dan menuju halaman belakang tempat dimana ketiganya sudah menungguku. Tanpa basa-basi aku melepaskan pakaian dan celana panjangku, kemudian duduk dibangku favoritku sedangkan mereka duduk bersujud dihadapanku, seperti biasa mereka berebutan mengelus-ngelus dan mengocok-ngocok kemaluanku.
“Feilin mau ngemut lagi kayak di lapangan parkir tadi nggak?” aku mulai memasang siasat baru.
“Ehhhh…. ” Feilin tampak terkejut dan terpaku diam sedangkan Tarida malah bertanya dengan polos, “Ngemut apaan Fei?” sedangkan Nia memandangi temannya, sepertinya ia masih tidak mengerti.
“Tadi Non Feilin di lapangan parkir ngemutin ****** Mang Dhani” aku menjelaskan.pada kedua temannya apa yang terjadi tadi sewaktu jam istirahat dilapangan parkirr.
“Haaahhh!” suara itu keluar hampir bersamaan dari mulut Nia dan Tarida. “Gilaaaa… lo Feii…. Ehhh rasanya gimana…..” Tarida bertanya pada temannya. “Ehhhh… it-ituu….” Feilin kesulitan menjawab.
Aku langsung memanas-manasi, “Kata Feilin siang tadi sih, rasanya enak bangett… trusss katanya mau dilanjutkan dirumah, malahan minta diajari berciuman dll…dan juga minta dijilati dirumah, terus diremas dan dielus juga teteknya” kusebutkan semua jenis pelajaran ngeres yang ada diotakku.
Feilin hanya menatapku, dia tidak tahu harus berkata apa tapi dia juga tidak membantah perkataanku.
“Ihhhh…Mang Dhani curang!” Tarida tiba-tiba ngambek.
“Lohhhh curang bagaimana Non?” aku tidak mengerti.
“Iyalah curang masak Feilin doing yang diajarin?” Nia yang agak pemalu membuka suara.
“Jadi…. Non Tarida dan Non Nia juga mau diajari sama mang Dhani?” aku tersenyum lebar.
“Tapi apa beneran enak?” Nia bertanya dengan ragu-ragu.
“Sini…. Huppppp!” kuraih tubuh Nia dan mendudukkannya dipahaku.
Nia berontak namun kutahan, kupeluk pinggangnya dan kusergap buah dadanya. “Ahhhh… ehhhhhh….. Mangggg” Nia merapatkan kedua kakinya ketika tanganku menyusup masuk kebalik rok seragam sekolahnya, namun itu semua tidak menjadi halangan bagiku untuk dapat menikmati kehalusan paha Nia. Ciuman-ciumanku mendarat dilehernya, pipinya dan juga dibibirnya yang lembut.
“Hmm…mhhh” kukulum bibir Nia sedangkan kedua tanganku kini dengan aktif meremas-remas lembut kedua buah dadanya yang masih ketakutan bersembunyi dibalik baju seragam sekolahnya.
“Whowwwww……. Wahhhh” Tarida memandangi temannya yang merem melek karena kuremas-remas buah dadanya.
“Jangannn ahhhh….” Nia mencegah tanganku yang hendak membuka kancing baju seragamnya
“Nggak apa-apa Non, lagian Non Feilin juga tadi kubuka baju seragamnya…..betul nggak Non Feilin? hehehe” aku berusaha menenangkan Nia.
Nia memandangi Feilin seolah-olah menanti jawaban, namun Feilin malah memandangi dengan tatapan kebingungan, pada saat itulah aku mengambil kesempatan emas, dengan cekatan aku membukai kancing baju seragam Nia kemudian bra putihnya juga aku lepaskan.
“Mang Dhani….aahhh!” Nia agak protes ketika aku dengan kasar meloloskan bra putihnya.
Kedua tangan Nia berusaha menutupi kedua buah dadanya dari tatapan mataku, ambil mengelus-ngelus pahanya aku melanjutkan permainanku, kujilati lehernya yang jenjang. Aku menarik tubuh Nia sehingga buah dadanya sejajar dengan mulutku kemudian kusibakkan rok seragamnya, jari tanganku mulai berkeliaran didaerah seputar selangkangannya.
“Uhhhh……” ia tersentak secara reflek kedua tangannya memegangi tangan kananku yang menyusup masuk kedalam celana dalamnya.
“Sssshhh…aahh….” Nia mendesah ketika tanganku menggesek-gesek bibir vaginanya.
Perlahan-halan kedua kakinya semakin mengangkang ketika aku semakin aktif menggesek-gesek bibir vaginanya dengan lembut.
“Aowww…akhh…Mang Dhani!” mata Nia sampai terpejam-pejam ketika aku memadukan seranganku dengan jilatan dan emutan dibuah dadanya yang ranum.
“Achhhh Crrrt…cccrrrttt!” tubuh Nia mengejang, kemudian tanganku yang masih asik menggesek-gesek bibir vaginanya merasakan ada sesuatu yang meleleh dan terasa sangat hangat membasahi tanganku.
“Basahhh non… dibuka aja yahh….”Aku berusaha menarik celana dalam itu agar terlepas namun kedua tangan Nia mempertahankan celana dalamnya, wajahnya seperti ketakutan, kukecup bibirnya yang setengah terbuka.
“Gimana Nia enak?” Feilin bertanya pada temannya, sedangkan Tarida yang tadinya ceria kini tertegun memandangiku.
Aku bangkit berdiri dan kemudian menarik tubuh Feilin agar duduk diatas sofa disebelah Nia dan berkata “lebih baik Non Feilin merasakannya sendiri daripada harus bertanya-tanya” Akupun berjongkok dihadapan nona majikanku itu.
Tanganku berusaha menyentuh bagian dada Feilin yang masih tertutup rapi oleh seragam sekolahnya namun kedua tangannya berkali-kali menepiskan kedua tanganku. Aku tersenyum kini wajahku yang mendekat kewajah Feilin.
“Kalau ciuman kayak tadi siang boleh kan Non?” aku berusaha mengingatkan Feilin pada kejadian tadi dilapangan parkir.

Dari tatapan matanya sepertinya ia sedang bimbang, dalam kamusku kebimbangan berarti kesempatan emas. Aku langsung mengulum bibirnya yang tipis itu.
“Hmmmm… Mmmmm” suara erangan tertahan Feilin, kedua tangannya kini melingkar ke leherku.
Tanganku bergerak perlahan-lahan, menyusup mengelus paha mulusnya, perlahan-lahan sambil terus berciuman aku menyibakkan seragam sekolahnya keatas sehingga kini kedua tanganku dapat bergerak lebih leluasa menikmati kemulusan dan kehangatan pahanya. Kedua tanganku bergerak dan kini sedikit demi sedikit celana dalam Feilin kutarik turun, dengan sekali sentakan kutarik celana dalam itu sampai merosot turun.
“Ihhhh!” kedua tangannya serentak mendorong bahuku sehingga ciuman kami lepas.
Feilin hendak mempertahankan celana dalamnya namun nafsuku sudah meledak-ledak, dengan kasar kutekan bahunya sedangkan tangan yang satunya menyentakkan celana dalam Feilin sampai robek
“Brtttt…. Owww…. Plak!” Feilin kaget setengah mati ketika celana dalamnya kurengut dengan paksa sehingga ia menamparku dengan keras.
Aku hanya tertawa kecil, kedua tanganku kini menangkap kaki kanan dan kaki kirinya, kuangkat dan kudorong kedua kaki mulus itu sampai tertekuk mengangkang, kemudian mulutku segera menciumi selangkangannya.
“Uhhhhh… heiiii Mang akkkhhh! ” Feilin menjambak rambutku dan mencakar-cakar namun itu semua tidak kupedulikan, lidahku bergerak liar menjilati bibir vagina yang merekah itu. Kedua temannya seperti terhipnotis hanya melihat saja, mereka tertegun kaget.
“Rida… Nia…to…tolong…aww!” Feilin memekik kecil ketika aku mengecup-necup kasar bibir vaginanya.
Kedua temannya seperti tersadar kemudian mereka berdua berusaha membantunya.
“Manggg Dhani sadarrr…mangggg! ” Tarida berusaha menarik bahuku.
“Feilinnnn… aduhhhhh….. gimana ini?” Nia kebingungan karena keganasanku.
Walaupun Nia dan Tarida berusaha keras namun apalah artinya tenaga dua orang gadis muda dalam melawan nafsuku, perlawanan Feilin yang terus menjambak dan mencakariku walaupun terasa sakit namun terobati karena aku dapat melampiaskan keinginanku. Aku melumat kuat-kuat bibir vagina nona majikanku, lidahku bergerak liar mengorek-ngorek sela-sela diantara bibir vaginanya, kemudian kujulurkan lidahku semakin dalam berusaha menerobos celah-celah diantara bibir vagina dan kukait-kait daging yang ada didalamnya.

“Achhhh… Mangggg Dhaniiii…jangan!” Feilin kini bersandar pasrah, kedua tangannya tidak lagi menjambak dan mencakariku.
Kedua tangan itu kini meremas-remas kepalaku, ia tampak pasrah.
Nia kini tidak menarik-narik bahuku lagi, demikian juga Tarida, keduanya saling bengong kebingungan. Aku melepaskan kedua kaki Feilin, kini tanganku terjulur, satu persatu kulepaskan kancing baju seragamnya, kedua matanya hanya dapat terpejam rapat ketika aku menarik cup branya sebelah kini dan mulutku mendekati buah dadanya yang kini terpampang begitu ranum dan segar dihadapan mulutku.
“Slllppppp…slllpphh…” kujilati bulatan buah dada Feilin.
Ia merintih kecil ketika lidahku menjilati puting susunya yang mulai mengeras. Kini cup bra sebelah kanan kutarik turun sehingga tersembullah buah dada sebelah kanannya. Dengan rakus kuhisapi buah dada itu sambil meremas-remas yang satunya secara bergantian. Setelah puas menciumi buah dadanya, ciumanku merambat turun, keperut dan kemudian sambil menghirup dalam-dalam aroma vagina Feilin aku menjilati vaginanya kembali.

Kedua tanganku bagaikan capit kepiting meremas-remas buah dada Feilin, sedangkan mulutku melumat dan lidahku menjilati lubang vaginanya.
“Akhhh…mmhh…nggghhh!” Feilin mengejang dan tubuhnya bergetar hebat, aku yang sudah tahu gejala ini menhisap kuat-kuat lubang vaginanya dan “Awww!!” SSrrrrrrr…cairan orgasme Feilin yang gurih tumpah kedalam mulutku, tanpa merasa jijik kutelan cairan bening itu, bahkan sisa dari cairan gurih itu aku jilati dan aku telan dengan rakus. Mataku memandangi Tarida, satu-satunya dari ketiga gadis itu yang masih berpakaian utuh.
“Ehhh… Oww!!” Tarida menghindar ketika aku akan menangkapnya, ia berlari ketakutan, kukejar dia. Tarida mencapai pintu dan akan keluar dari halaman belakang namun sayang sekali
“Aduhh lepasss…. Tidak!!” tangan kirinya berhasil kutangkap dan segera kupinting dan kutarik kembali ke halaman belakang, kuseret ia kehadapan Feilin dan Nia yang memandangi Tarida tanpa mampu berbuat apapun, rupanya mereka masih shock dengan apa yang kulakukan terhadap diri mereka. Kutekan bahu Tarida sambil terus memiting tangan kirinya, ia bersujud dengan gaya doggy style, tangannya yang satu menempel dilantai untuk menopang berat tubuhnya.
“Aduhhh mangg Dhani sakittt!” Tarida mengaduh, tapi aku tidak mempedulikannya.
Tangan kananku bergerak menyibakkan rok seragamnya dan kutarik turun celana dalam putih Tarida sampai sebatas lutut, tangan kananku meremas-remas dan mengelus-ngelus buah pantatnya dengan lembut. Tangan kananku kini bergerak melucuti kancing baju seragam Tarida. Dalam posisi dipiting tangannya Tarida tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya dapat memohon kepadaku agar melepaskannya.
“unngghhh!” mulutnya melenguh ketika tangan kananku menysup masuk kebalik branya.
Aku memiting tangannya lebih kuat dan “Aduhh ampunnn manggg! Aahhh!” Tarida kesakitan.
“Asal Non janji tidak lari aku akan melepaskan Non…gimana?” aku berbisik ditelinganya.

Tarida mengangguk, kemudian kulepaskan tangan kiri Tarida kini kedua tangan Tarida bertumpu dilantai, ia masih tidak berani bergerak, aku bergerak dibelakangnya , kugesek-gesekkan kemaluanku diantara sela-sela pantatnya yang terasa lembut dan hangat, masih dalam posisi doggy style kutarik pinggangnya sehingga posisinya lebih dekat dengan tubuhku, tanganku bergerak menelanjangi pakaian seragamnya dan juga melepaskan branya, dari belakang aku meraih kedua payudara montok itu. Tarida kemudian sambil bergerak maju mundur menggesek-gesekkan kemaluanku pada sela-sela pantatnya, aku meremas-remas lembut buah dadanya.
“Hhhhssshhh… Hhhhh….” nafas Tarida terdengar memburu.
Cukup lama aku memperlakukan Tarida seperti itu, kemudian kepalaku mendekati buah pantatnya yang sedang menungging, kuciumi pahanya dan terus naik keselangkangannya dari belakang mulutku menjilati vagina Tarida yang sesekali kulanjutkan dengan menjilati lubang anusnya, bahkan sesekali lubang anus Tarida aku emut-emut.
“Ahhhh manggg….”rintihan demi rintihan keluar dari dalam mulutnya.
Tarida tersungkur lemas ketika kenikmatan itu melanda dirinya. Telapak tangan kiriku bersiap-siap tepat dibawah vagina Tarida menerima lelehan air lengket yang hangat, dengan tangan kananku kukorek sisa-sisa air yang meleleh itu kemudian aku menumpahkan cairan lengket dan licin itu tepat disela-sela pantat Tarida.
“Ehhhhh…Mang!” Tarida yang masih menungging menengok kebelakang.
Aku tersenyum kemudian kuletakkan kepala kemaluanku diantara sela-sela pantat Tarida dan kugesek-gesekkan kepala kemaluanku diantara sela-sela pantat Tarida yang sudah banjir oleh cairan orgasmenya sendiri, sesekali kutekankan kuat-kuat kepala kemaluanku disela-sela pantat Tarida. Sehingga dirinya tersungkur,
“Owwww duhhhhh…apa ituuuu kecrotttttt crooooootttt” Tarida merangkak menjauh kemudian ia membalikkan tubuhnya sambil duduk agak mengangkang diatas lantai, ia memandangi diriku, tangannya berusaha melap sesuatu milikku yang kini meleleh sangat banyak dari sela-sela pantatnya, kemudian Tarida merangkak lagi dan naik keatas sofa, ia duduk disebelah Feilin. Ketiga gadis Chinese itu kini memandangiku, aku balas memandangi mereka, entah berapa lama kami saling berpandangan tanpa bicara satu sama lain. Entah apa yang dipikirkan oleh ketiga gadis Chinese yang kini sudah bugil dihadapanku, sedangkan aku sudah pasti menikmati indahnya lekuk liku tubuh ketiganya. Aku kini bangkit dan menghampiri mereka.
“Mangg Dhaniii….diam ahh!!” Tarida menepiskan tanganku yang akan meraih buah dadanya. Aku kini bersujud dihadapan mereka
“Gimana…. Pelajaran dari mang Dhani? Asik kan.?” aku tersenyum. “nanti kita belajar lagiii… mang Dhani jamin bakal lebih asikkk!” aku memutuskan secara sepihak.
“Tapiii…jangan kayak tadi ahhhh….Kan takuttt” Nia protes
“Iya tanganku juga sakitkan manggg….dipelintir kaya gitu!” Tarida ikut protes, yang tidak protes Cuma Feilin.
“Iyaaa… nanti caranya agak beda… asal nurut… jangan lari.. apalagi melawan…he he” kupandangi ketiga pasang buah dada yang ranum dan segar dihadapanku.
“Plakkkkk!” aku tersentak ketika tiba-tiba Feilin menamparku, aku tidak mengerti megapa tiba-tiba ia melakukannya.
“Dasar brengsek!! Jangan kurang ngajar maen paksa segala….keluar sana!!” sumpah serapah keluar dari mulutnya.
Dengan hati yang pedih aku keluar dari halaman belakang
“Feilinn udah dong ahh… koq kasar gitu sih!!” terdengar suara Tarida dan Nia yang mengasihani diriku.

Hari itu merupakan sebuah kebahagiaan sekaligus sebuah kepedihan yang mendalam dihatiku. Harga diriku sebagai laki-laki sudah dicoreng oleh Feilin, namun ada kebahagiaan diantara kepedihan karena aku dapat menikmati kehangatan dan kemulusan tubuh ketiga gadis Chinese walaupun tidak sampai melakukan persetubuhan.

Sekian....

Nantikan cerita-cerita seks lain nya hanya di komunitas tante girang, kami memberikan cerita panas yang dapat membuat anda menjadi penasaran untuk mengalaminya, membuat anda mendapatkan kepuasan dalam berfantasi seks. sampai artikel berikutnya...